Jika berbicara soal risiko buruk untuk anak di Internet yang sering terjadi dan terlihat ialah kecanduan game online dan terpapar konten negatif. Padahal sebenarnya di balik itu yang mungkin tidak terlihat atau tidak disadari orang tua adalah cyberbullying, pelanggaran privasi, pedofil online, dan radikalisme.
Semua memang berbahaya dan merugikan untuk masa depan anak. Namun ketiga risiko itu jarang ter-blow up karena anak tidak ingin bercerita kepada siapapun atau anak tidak merasa sebagai tindakan mem-bully atau di-bully.
Sedangkan, untuk pelanggaran privasi anak kerap belum tahu apa arti privasi. Sehingga dia membagikan alamat rumah, nama orang tua, dan semuanya yang bisa saja berbahaya yang dapat dipakai orang berbuat kejahatan. Kasus pedofil online juga mereka tidak berani menceritakan dan takut juga tidak paham bahwa banyak orang-orang dewasa yang memanfaatkan dia untuk untuk kepuasannya saja.
Erick Gofar privasi Campaigner ICT Watch menyatakan, paling parah anak ternyata selama ini sudah terpapar informasi radikal atau paham ekstrimis. Anak-anak tidak bercerita karena tidak merasa sedang dipengaruhi sesuatu.
“Kita lihat hanya itu konten negatif, kita selalu menghindari anak-anak agar tidak menonton pornografi lalu juga membatasi agar tidak kecanduan. Tapi di balik itu sebenarnya banyak yang lebih di dalamnya. Tidak kelihatan karena anak tidak cerita atau memang orang tua tidak terlalu detail untuk memeriksa gawai milik anak,” ungkapnya di webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Jumat (27/8/2021).
Memang banyak sekali kasus dan ini menjadi kekhawatiran para orang tua seperti kecanduan game di rumah sakit jiwa Jawa Barat menangani 100 pasien yang kecanduan game sepanjang Januari-November 2019. Rata-rata setiap bulan ada 10 pasien yang ditangani rata-rata berusia remaja antara 15-17 tahun bahkan ada 1 pasien yang masih berusia 3,5 tahun.
Orang tua penting untuk menjaga privasi anak dengan tidak membagi data pribadi anak seperti nama lengkap, tempat tanggal lahir, foto yang terus-menerus. Jangan berbagi foto anak dengan tanpa busana, foto memalukan anak atau foto aktivitas tidak aman. Jangan juga berbagi fotro anak orang lain tanpa izin orang tuanya. Ajarkan anak juga untuk memiliki password yang kuat dan pastikan ketika mereka memiliki media sosial sendiri ingatkan agar mereka tidak membagikan password ini kepada siapapun.
“Kita juga sebagai orang tua harus menghormati privasi anak jangan langgar privasi anak. Meskipun mereka tidak bisa untuk menolak tapi semakin anak besar, kita harus minta izin anak saat akan menggugah foto mereka. Terus ingatkan untuk tidak membagi data mereka di media sosial ajarkan anak menggunakan pengaturan privasi di media sosial. Informasi mana saja yang boleh dibagikan dan yang tidak boleh,” jelasnya.
Batasi konten anak di Google Play caranya dengan buka aplikasi Google Play pada perangkat Android pilih menu pada bagian kiri atas lalu pilih panduan orang tua dan bacalah panduan penggunaan yang ada di sana. Tujuannya anak-anak menjadi tidak bisa men-download game atau apapun yang khususkan untuk dewasa.
Saring konten video di YouTube aktifkan restricted mode di YouTube. Saring juga hasil pencarian di Google. Awasi anak di Tiktok dengan cara family pairing sehingga orang tua dapat mengetahui apa saja yang dibuka anak karena tersambung dengan akun mereka.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar juga menghadirkan pembicara Oktavian Jasmin (F&B Business Owner), Ria Aryanie (Praktisi humas dan Komunikasi), dan ibrahim Hanif sebagai Key Opinion Leader.
