Bicara tentang dunia digital tidak akan pernah ada habisnya. Karena memang tidak ada batasan dalam ruang lingkup digital tersebut. Banyak lini yang bisa kita ulas dalam konteks literasi digital. Bersama Siberkreasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika menggalakkan acara Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (2/6/2021).
Ada empat pilar yang diutamakan dalam webinar literasi digital ini. Yaitu kemampuan digital, keamanan digital, etika di dunia digital dan budaya berdigital. Seperti yang diungkapkan Soni Mongan seorang Konten Kreator. Ia mengungkapkan mengapa seseorang perlu digital skill? Karena sebenarnya kita cenderung malu menonjolkan potensi padahal setiap orang pasti punya kelebihan. Sehingga banyak pengguna digital yang tidak maksimal.
“Hal negatif tersebar bukan saja karena banyak orang jahat yang melakukannya tapi juga karena banyak orang baik yang tidak mengerti dan tidak berbuat apa-apa,” jelas Soni.
Kita juga biasa mendengar berita hoax, tapi apakah kita paham dengan apa sebenarnya berita hoax itu? Ferally Mahardhika, Digital Media Business Manager Eventori memaparkan ciri-ciri berita hoax. Berita hoax biasanya mengandung ujaran kebencian, menghasut, memberikan situasi yang membuat khawatir, berita yang disampaikan terkesan menyerang suatu pihak atau condong ke pihak tertentu, informasi berasal dari sumber yang tidak kredibel, melihat peluang akan fanatisme akan kelompok tertentu, terdapat seruan menyebarkan atau membuat viral, menampilkan foto yang tidak sesuai atau dimanipulasi.
“Lalu gimana menghindari berita hoax? Ada beberapa langkah. Kalau lihat judul provokatif mending lebih aktif, kalau bisa baca dulu detail infonya jangan dari judul saja. Baca informasinya dulu seperti apa dan dari mana serta harus teliti. Terakhir bantu laporkan ke aduankonten@mail.kominfo.go.id. Ingat saring sebelum sharing,” tutur Ferally.
“Hati-hati dengan informasi jangan sampai salah aksi,” tutupnya.
Melengkapi pembicara sebelumnya, Astini Kumalasari, Udinus Semarang, Travel Blogger Komite Anugerah Pesona Indonesia juga menjelaskan apa yang membuat konten bisa viral?Yaitu STEPPS – social currency, trigger, emotion, public, practical value. Hal-hal ini yang membuat begitu mudahnya sebuah konten menjadi viral.
Menurut Astini sangsi hokum yang didapatkan para pembuat konten negatif yang kemudian viral tidaklah tepat. Orang-orang seperti itu malah kerap mendapatkan panggung lebih di dunia digital ketimbang memperbaiki diri dengan konten positif
“Menurut saya apreasi yang tepat untuk para pembuat konten adalah ketika bikin konten positif dia akan dapat traffic bagus, ketika konten tidak baik dibuat drop aja traffic sosial medianya. Itu lebih bermanfaat daripada diproses secara hukum saja,” tuturnya.
Erick Gafar Privacy Campaigner at ICT Watch yang bicara tentang dunia digital untuk anak-anak menekankan betapa bahayanya gawai di tangan anak belum cukup umur. Namun banyak pembiaran. Anak-anak di bawah usia 5 tahun berlarut-larut dengan gawai karena orang tua yang tidak paham atau tidak mau tahu.
“Ibarat rumah ini ada pagar. Kita bikin pagar biar orang nggak langsung masuk ke profil kita. Ini penting buat kita terutama buat anak-anak yang mungkin hak privasinya sudah sering dilanggar dengan post-post kita di sosial media,” jelas Erick.
Untuk melindungi data dari orang lain di ranah digital ini yang bisa dilakukan. Jaga privasi – jangan sembarang bagi data pribadi. Jangan gunakan password yang mudah ditebak dan jangan dibagikan. Jangan lupa log out jika menggunakan komputer di tempat umum. Hati-hati dengan situs atau sosmed palsu dan periksa aturan privasi di medsos tersebut.
Sementara untuk menjaga anak-anak dari dunia digital, orang tua bisa melakukan beberapa hal. Pertama mengaktifkan restricted mode di YouTube sehingga anak-anak tidak bisa mengakses konten yang tidak di usinya. Aktifkan google safe search ada di halaman utama google untuk melindungi dari situs virus atau hoax. Terakhir mengetahui rating usia untuk games/aplikasi yang digunakan oleh anak-anak kita.
Liarnya konten di dunia digital juga bisa membuat hal positif menjadi negatif. Hal tersebut juga baru saja terjadi pada infuencer yang bergabung dalam webinar di daerah Cianjur hari ini, Putri Yulianti.
Putri yang baru-baru ini membuat sebuah konten di Tiktok mendapatkan komentar miring dalam kontennya. Putri yang merasa bahwa konten miliknya biasa saja malah dianggap netizen jadi negatif. Seketika konten tersebut menembus 300 ribu viewer.
“Ini menunjukkan gampang banget orang komentar dan akhirnya diikuti dengan orang lain yang penasaran, Akhirnya jadi banyak view dan bisa jadi viral. Terpaksa saya matikan kolom komentarnya,” cerita Putri.
Hal negatif di ranah sosial memang tidak pandang bulu. Siapapun bisa terkena bagaimanapun ceritanya. Bahkan yang sudah berhati-hati sekalipun. Terlalu banyak celah dan kesempatan. Itu membuat literasi digital kita harus terus ditambahkan setiap saat.