Kemudahan arus informasi membuat kita dibanjiri berbagai konten dari berbagai budaya melalui gawai. Perkembangan teknologi ini merupakan salah satu bagian dari budaya karena tidak dapat dipsahkan dan menyatu pada kehidupan manusia.
“Perkembangan teknologi biasanya diiringi perkembangan budaya. Internet memudahkan kita dalam berkomunikasi, sehingga interaksi semakin meningkat, mudah, dan tidak terbatas. Kehidupan kita sangat dipenuhi oleh aplikasi dan hal-hal yang memanfaatkan internet sebagai media untuk memfasilitasi kita,” ujar Muhamamd Miftahun Nadzir, Dosen Entrepreneurship Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Sabtu (30/10/2021).
Ia menyimpulkan, digital culture sebagai hubungan antara teknologi dan manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Perkembangan ini pun berpengaruh pada era inovasi disruptif yang membuat suatu produk dengan fungsionalitas sama dengan jangkauan yang lebih luas. Misalnya, fitur pada DSLR saat ini bisa diterapkan pada ponsel.
Kemudian, adanya perubahan perilaku masyarakat dalam pemanfaatan teknologi. Pada masyarakat Indonesia, menurut riset sebanyak 69% masyarakat menjadikan tempat tidur sebagai lokasi yang tertinggi untuk berselancar di internet melalui smartphone. Diikuti ketika kita menunggu seseorang, sedang menonton televisi, sedang berkeluarga, sedang kuliah atau bekerja, dan ketika sedang berada di kamar mandi.
Perubahan lainnya ialah saat ini masyarakat cenderung berinteraksi secara langsung dan sekarang menjadi tidak langsung karena sibuk dengan gawai masing-masing. Ini juga berarti tingginya arus informasi yang masuk, sebagian di antaranya ada budaya luar yang masuk. Lalu, adanya perubahan mindset atau pola pikir menjadi lebih instan.
“Kita kehilangan identitas budaya kita sebagai akibat dari cepatnya arus informasi secara online. Bisa dilihat bagaimana budaya KPop itu bisa ditiru oleh tayangan dan hiburan negara kita,” ujar Nadzir.
Menurutnya, kita bisa lupa dengan budaya sendiri sebab sebuah masyarakat berkembang berdasarkan penggambaran yang mereka terima. Apabila hal ini terus-menerus terjadi, akan berpotensi membuat kita tidak mengetahui kejadian-kejadian di sekitar kita.
Sebagai masyarakat Indonesia, di era ini kita harus menunjukkan sikap kebanggaan terhadap budaya kita sendiri dengan tidak mudah terpengaruh budaya luar. Lebih baik lagi jika kita mempromosikan budaya Indonesia lewat berbagai bentuk kegiatan di ruang digital. Meski tidak menutup diri pada dunia luar sebagai salah satu wawasan dan keterbukaan, tetapi kita tetap harus menjunjung tinggi budaya nasional sebagai identitas diri.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Lim Sau Liang (Owner Madame Lim), Evi Selvi (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang), Chiara Chiasman (Co-Founder of Finest Sangjit), dan Tresia Wulandari sebagai Key Opinion Leader.