Pedongeng Ariyo Zidni menjelaskan soal budaya bertutur, sebab selama ini menggeluti dunia cerita membuat mengerti soal kebiasaan masyarakat dalam berbicara. Saat semua digital budaya bertutur seolah hilang diganti dengan teks dan video. Ditambah ada hal lagi yang berbeda dari perpindahan cara berkomunikasi ini.
Karena merasa berada di ruang digital yang jauh dari manusia lain. Masyarakat kini jauh dari budaya bertutur yang dulu dipahami. Padahal sebagai citizenship atau warga negara digital, para warga digital harus juga berbudaya.
Berbicara saat Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (8/6/2021) dunia digital juga memilki budaya digital. Banyak pihak menyebut budaya digital ialah budaya Pancasila. Ia pun sangat setuju karena budaya digital tidak ada bedanya dengan budaya di kehidupan nyata.
Masyarakat sudah dikenalkan tentang bagaimana bisa saling menghargai hak orang lain kebebasan berekspresi orang lain. “Bagaimana ketika ada yang tidak sesuai kita bisa sampaikan dengan cara baik tetap menjaga reputasi atau menghargai hak-hak sebagai individu. Mereka sebagai warga negara dan sebagai pribadi dengan budaya-budaya tertentu dan dengan agamanya,” jelasnya.
Kita harus memiliki tanggung jawab untuk menghargai orang lain karena kita juga punya mempunyai hak di ranah digital. Itulah yang harus dijaga seperti yang tercantum pada Pancasila. Misalnya di sila ketiga maksudnya ada nilai harmoni, masih saling mengormati dan bersatu apapun perbedaannya. Sementara untuk saling cinta kasih dengan sesama warga net ada seperti pada sila pertama.
Satu lagi dari budaya digital ialah hak digital mencakup tentang persoalan akses kebebasan berekspresi, perlindungan atas data pribadi. Privasi dan hak atas kekayaan intelektual di dunia digital itu jadi ini termasuk salah satu hak asasi manusia. Negara menjamin setiap warga negara meskipun warga negara digital tetap sama haknya. Di dunia digital ini ada haknya dan juga harus menjaga hak orang lain.
“Karena lebih terbuka sehingga kita harus melihat dulu hak-hak orang lain, reputasi orang kemudian menjaga kenyamanan bersama. Untuk memberikan keuntungan dan manfaat lebih ketika kita memanfaatkan teknologi digital,” tuturnya.
Ariyo menambahkan, ketika kita menulis komentar harus hati-hati, istilahnya jarimu adalah harimaumu. Kalau kita bisa menjaga hak orang lain maka kita juga akan nyaman fokus untuk menghasilkan konten-konten yang baik dan positif.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 ini diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat ini juga mengundang narasumber Annisa Junaidi (Relawan TIK), Denden Sofiudin (Pendiri Rumah Kopi Temanggung yang sukses berjualan online) dan Romzi Ahmad (Wakil Ketua Gerakan Literasi Digital Nasional)
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia Kegiatan ini diprakarsai Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemkominfo RI) bersama Sinerkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.