Hidup di dunia digital, paling tidak para penggunanya harus mampu untuk mengamankan perangkat digital dengan menjaga identitas digital, waspada dengan penipuan digital seperti spam, phising, hacking, menjaga rekam jejak digital dan peduli pada keamanan digital khususnya pada anak.
Lima dasar itu seperti pegangan bagaimana bermedia digital. Maka, dibutuhkan literasi digital ini. Sri Astuty, Dosen FISIP ULM Banjarmasin yang juga aktif sebagai relawan Jaringan Pegiat Literasi Digital (JAPELIDI) menjelaskan, kemampuan kognitif dan afektif diperlukan menjaga keamanan digital sendiri maupun orang lain.
Berbicara pada Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital Nasional 2021 untuk wilayah Kabupaten Bandung, Jumat (18/6/2021) Sri menjabarkan, orang lain pun penting untuk kita jaga privasinya. “Jangan lupa untuk melindungi milik orang lain. Hal sederhana yang dapat dilakukan dengan meminta izin saat akan memposting foto dia,” tuturnya.
Untuk diri kita, membiasakan diri untuk menjaga keamanan digital dengan memperbaharui aplikasi yang kita miliki. Terkadang memang terasa malas untuk update aplikasi karena memberatkan memori gawai atau tidak ada waktu. Padahal ini adalah salah satu langkah yang harusnya menjadi kebiasaan kepada kita semua jika sudah peringatan dari penyedia layanan digital.
Kompetensi para pengguna internet yang wajib dimiliki ialah selalu waspada dengan kejahatan digital khususnya untuk cepat menyadari saat ada penipuan digital seperti saat sedang berbelanja online. “Kembali hal sederhana saat kita belanja online, sadar dengan harga diskon atau penjual yang fiktif atau benar. Kita harus teliti sebelum membeli,” saran dia.
Penipuan digital juga dapat terjadi di luar kesadaran karena menyangkut informasi yang kita butuhkan dan itu biasanya tidak terduga. Seperti informasi lowongan kerja atau dari kartu prakerja, bantuan tunai Covid 19 berkedok vaksin, bansos BLT, undian berhadiah, bantuan kuota pendidikan dan lainnya. Terakhir, kepedulian pengguna internet kepada anak Indonesia di ruang digital.
Sebagai pengguna dewasa kita harus lebih cakap bermedia digital gunanya untuk mengawasi mereka yang lebih muda agar selalu berhati-hati di dunia maya. Sebab, anak-anak akan selalu menjadi incaran, penting bagi generasi muda bangsa terutama yang masih remaja sebagai generasi emas.
“Kita dapat mengatur digital mereka seperti foto atau video seperti apa yang sebaiknya mereka posting. Teman-teman seperti apa di media sosial yang boleh berteman dengan mereka,” pungkas Sri.
Berteman di media sosial harus disarankan dengan orang yang dikenal di dunia nyata. Sebab jika dengan seseorang yang tidak kita kenal ada satu risiko yang kemungkinan besar risiko negatif. Meskipun kita tidak boleh berburuk sangka tapi juga ini sebagai langkah waspada kemungkinan akan terjadi risiko yang ditakutkan.
“Kita pengguna dewasa selain harus sadar untuk tidak terlalu mengekspos foto anak. Memang menggemaskan saat dia sedang mandi atau berenang, namun perlu diperhatikan dampak yang ada di belakang itu semua,” sambungnya.
Jejak digital anak juga perlu diperhatikan, jangan sampai di masa depan dia tidak terima dengan konten yang pernah kita unggah. Tidak hanya itu, melindungi jejak digital anak dari oknum yang mengincar. Lindungi anak-anak kita dari perundungan, perdagangan anak kasus pedofil dan berbagai macam kejahatannya yang menyasar anak lainnya.
Keamanan digital menjadi salah satu pilar dalam literasi digital, pilar yang lain budaya, etis dan kemampuan digital. Webinar ini merupakan merupakan rangkaian panjang kegiatan Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diprakarsai Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemkominfo RI) bekerjasama dengan Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10 juta masyarakat terliterasi digital pada 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Dalam webinar kali ini hadir juga Ferianto (Ketua TIK Kalimantan Barat), Mario Antonius dosen Atmaja Yogyakarta, Matahari Timoer (Koordinator Literasi Digital ICT Watch), dan Indi Arista sebagai Key Opinion Leader.












