Pesan presiden Jokowi untuk menciptakan ruang digital yang nyaman di Indonesia menabur banyak konten-konten positif. Tujuannya agar yang melihat pergerakan media sosial dapat membaca seperti apa bangsa Indonesia itu di media sosial. Maka literasi digital soal etika digital harus terus gerakkan. Masyarakat harus terus diingatkan beretika di dunia maya sama dengan etika di dunia nyata.
Praktisi Hubungan Masyarakat (Humas) Sisi Suhardjo mengatakan, di dalam dunia kehumasan kami sangat erat hubungannya dengan etika karena memang seorang humas memiliki kode etik yang harus kita patuhi.
Sisi menyayangkan, studi yang dilakukan Microsoft bahwa Indonesia dinilai sebagai bangsa yang tingkat kesopanannya sangat buruk. Dan nyatanya banyak disumbang orang tua. “Sangat mengganggu karena apa kalau kita ingat bertahun-tahun lalu kita ini dikenal sebagai bangsa yang sangat ramah senang senyum. Tapi entah kenapa begitu kita memasuki dunia digital dan berinteraksi di media sosial seolah-olah kita punya kepribadian lain,” jelasnya dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (22/6/2021).
Jadi warganet harus paham pada saat melakukan berinteraksi dan berkomunikasi di dunia digital ternyata berhadapan dengan banyak manusia dan jangan lupa juga apa yang kita lakukan terekam secara digital. Dalam berkomunikasi di sosial media ingat bahwa kita tidak hanya berbicara dengan satu orang.
“Misalnya saya ingin mengutarakan pendapat saya kepada Pak Anies Baswedan di media sosial. Saya tidak hanya berbicara kepada beliau, di media sosial saya berbicara dengan pendukungnya. Sekaligus haters-nya saya berbicara dengan atasannya juga dengan masyarakat Jakarta. Jadi perlu kita perhatikan bagaimana menyampaikan pendapat kita pada saat kita berkomunikasi di media sosial,” ungka General Manager Public Relations Iris Jakarta ini.
Sisi menegaskan, jika melanggar batas-batas sopan santun dan perilaku etis ini, yang akan terjadi seseorang akan terperangkap sebuah situasi yang tidak mengenakkan yaitu adanya saling menghina atau juga saling menuduh. Dalam beberapa kasus pada saat Pilkada pilpres atau bahkan saat partai-partai melakukan Munas sering terlihat beberapa pihak saling menyerang, menghina dan menuduh karena mengabaikan hal-hal yang menyangkut sopan santun dan etis.
Harus kita sadari meskipun etika tidak ada aturan hukumnya, namun pemerintah sudah menyiapkan sebuah perangkat hukum. Mereka yang berkata tidak sopan santun dan berlaku tidak etis di media sosial bisa dibawa ke ranah hukum.
Etika bersosial media diatur UU No.19 tahun 2016 pasal 27 – 30 sebagai perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE). Hal ini menyangkut konten yang tidak selayaknya diunggah penyebaran hoaks dan ujaran kebencian serta menjebol data tanpa izin. Masyarakat perlu mawas diri terhadap pergerakan sosial media yang terus memuat isu konten negatif seperti berita palsu ujaran kebencian dan kampanye hitam.
“Padahal kita beruntung hidup di negara yang menjamin kebebasan berpendapat bahkan jika dibandingkan dengan dekade sebelumnya, sekarang kita sangat bebas untuk menyuarakan pendapat. Tapi dengan demikian kita harus tetap memperhatikan kesopanan dan bagaimana kita harus bertutur kata dengan baik,” sambungnya.
Maka, perlu diperhatikan saat menyampaikan pendapat selain bertutur yang baik ialah menyampaikan sesuai dengan opini kita. Jika tidak akan sangat baik jika kita harus tetap mencantumkan referensi tersebut. Ini sebuah etika yang sudah diakui secara luas menghargai buah pemikiran orang lain. Selain itu, saat mengemukakan pendapat lebih baik untuk menyajikan data untuk menguatkan apa yang kita sampaikan.
Jangan lupa juga ketika sedang berpendapat, ada pihak lain yang mendengarkan atau membaca. Jika kita mengunggah opini, kita harus siap menerima pendapat lain yang datang dan mungkin berbeda. Jika melakukan kesalahan saat beropini hendaknya mengakui dan minta maaf secara terbuka.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi. Wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (22/6/2021) ini juga menghadirkan pembicara Bahrudin dan Denden Sofiudin dari Relawan TIK Indonesia, Dedy Helsyanto (Koordinator Mafindo), serta Ilyana Salsabila sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.