Jika tidak pandai beretika dalam bersosial media, kita dapat memilliki penyakit mental yang parah. Bahkan dapat mengganggu kehidupan orang lain. Demikian yang disampaikan Ghifari Co-Founder dan CEO FMM Studio saat menjadi pembicara dalam Webinar Literasi Digital Nasional 2021 untuk wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (5/7/2021).
Maka, agar tetap beretika dan tidak menjadi manusia ‘toxic’, Ghifari mengatakan, kita harus melatih diri agar terus tanggung jawab dengan kata-kata yang kita ketik. Saring dahulu sebelum sharing.
“Banyak manfaat apa mudhorot-nya. Jangan-jangan hanya untuk senang-senang tidak ada gunanya buat orang lain gitu,” ujarnya.
Sadari bahwa lawan bicara adalah sesama manusia, satu alasan mengapa bangsa Indonesia dianggap memiliki kepribadian ganda karena kalau kita menghadapi orang-orang kita pasti senyum, ramah. Lawan bicara kita ini bukan hanya layar tapi manusia sama seperti kita yang juga dapat sakit hati, baper atau stres.
Ghifari menambahkan, jika sudah sadar akan hal tersebut, harus dapat mengendalikan emosi. Karena diluar sana masih banyak orang yang belum tersadar. Jika kita diserang kita dapat bersabar jangan sampai membalas ya g dapat merugi diri kita sendiri.
Penting untuk memahami tanda baca, intonasi dan konotasi. Tanda baca di ruang digital penting karena berpengaruh terhadap cara baca intonasi dari lawan bicara. Selanjutnya, kita harus punya waktu istirahat dari dunia maya, ini juga penting untuk menjaga kesehatan mental. Saat sedang berinteraksi dengan sesama warga digital, kita harus sadar kapabilitas dan kapasitas.
“Terkadang ada orang berargumen di dunia digital kita ingin ikut berdebat karena merasa kita paling tahu. Padahal coba kita berkaca lagi apakah informasi itu benar, apakah kita menguasai topik tersebut,” ungkapnya .
Jadi, menghindari perselisihan itu jauh lebih baik. Jika kita sudah merasa benar namun masih perlu berpikir apakah dengan kita terus berdebat apakah menimbulkan perselisihan atau tidak. “Lebih baik mundur matikan gawai Anda, istirahat saja. Ini bukan ajang debat yang akan ada pemenangnya atau tidak,” sambung Ghifari.
Kita harus cakap digital, yakni salah satunya terbiasa menerapkan hal positif, menjadi orang yang tahu kapan harus bersikap di media digital dan juga harus tahu bagaimana menyikapi orang lain.
Lebih mudah bersikap benar dibanding menjelaskan mengapa kita berbuat salah. Jika kita berbuat benar walaupun itu sulit masih lebih baik daripada kita menjalankan konsekuansi dari kesalahan kita tersebut.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementrian Komunikasi dan Informatika bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (5/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara I Gede Sastrawangsa (Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Stikom Bali), Leviane Jackelin Hera Lotulung (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Sam Ratulangi) Acep Syaripudin (Kordinator Digital Literasi ICT Watch) dan Bthari Sekar ayu sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.












