Media sosial menjadi bising dan tidak menyenangkan jika di dalamnya terdapat banyak ujaran kebencian. Ujaran kebencian merupakan suatu ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang atau sekelompok. Tujuannnya membangkitkan permusuhan, kekerasan dan diskriminasi.
Frida Kusumastuti, dosen Universitas Muhammadiyah Malang, mengatakan orang-orang yang menyebarkan ujaran kebencian itu memang sengaja membuat informasi-informasi yang mengubah fakta. Ada juga informasi yang sifatnya misinformasi, mereka yang menyebarkan, tidak mau melakukan verifikasi.
Ternyata ujaran kebencian itu mampu memanipulasi pikiran manusia awalnya kita melihat ada orang yang kita tidak suka dengan postingannya secara etis pribadi. Kita tahu ini tidak benar, tapi apa yang kita lakukan, malah kita bicarakan dengan teman-teman dan seterusnya.
“Lama-lama kita terbiasa membicarakan sesuatu yang tidak kita sukai tadi. Dibicarakan dengan banyak orang yang diulas lagi di media digital menjadi viral itu menggelinding seperti bola salju semakin gaduh di media sosial,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (14/7/2021).
Orang yang juga melakukan ujaran kebencian pada orang yang melakukan kejahatan jadi kebencian dibalas dengan kebencian akhirnya semakin gaduh di media sosial. Kebencian dilawan dengan kebencian akhirnya terjadi polarisasi kelompok in group dan outgroup.
Akhirnya ada dua kelompok A dan B, jika ada berita bagus mengenai A, kelompok B akan menganggap itu hoaks. Begitupun sebaliknya. Kita terpolarisasi dalam dua kelompok sama-sama merasa benar. Polarisasi ini akhirnya terjadi permusuhan, tidak lagi terdengar kata-kata emosi namun sudah dalam bentuk lain.
“Mestinya digitalisasi kebudayaan itu dapat semakin saling memahami perbedaan, menghormati perbedaan dan menjadikan perbedaan sebagai suatu potensi konten-konten digital,” jelasnya.
Melakukan ujaran kebencian juga dapat berdampak negatif bagi diri kita karena akan meninggalkan jejak digital yang buruk.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (14/7/2021) ini juga menghadirkan pembicara Geri Sugiran (Relawan TIK Jawa Barat), Asep Kambali (Sejarahwan), Fikri Mohammad Hakim (Senior Manager Safety), dan Ummi Kulsum sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.












