Dalam memproteksi rumah, melindungi pintu rumah menjadi hal pertama. Perangkat digital diibaratkan sebagai pintu rumah bagi kita saat ini karena dari situlah sebenarnya kita banyak menggunakan berbagai macam aplikasi yang memang dibutuhkan yang terhubung dengan jaringan yang sangat luas global.
Pengguna internet dapat berinteraksi dengan orang di manapun berada oleh karena itu tidak mungkin kita meninggalkan pintu rumah tanpa keamanan yang memadai. Aspek digital seperti ini kita betul-betul harus bisa memastikan perangkat yang kita gunakan itu sudah terjamin keamanannya baik secara hardware-nya ataupun ketika kita menggunakannya untuk berselancar di dunia maya.
Menurut Lisa Adhirianti, pengurus Jaringan Penggiat Literasi Digital (Japelidi), menjadi urgensi atau kepentingan jejak digital ini kita tahu ketika memanfaatkan perangkat digital itu karena kita bisa mencari apapun. Kita bisa menuliskan apapun dan kita juga bisa men-tag, memberikan komen apapun.
“Semuanya akan jadi rekam jejak digital kita rekam jejak digital itu segala sesuatu yang kita tinggalkan. Saat menggunakan perangkat digital bentuknya bermacam-macam seperti ketika kita memakai riwayat pencarian yang mesin pencari atau browser melalui misalnya Google atau Mozilla dan sebagainya nah ini history-nya itu adalah rekam jejak digital,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (30/7/2021).
Pesan teks dalam aplikasi chat dan internet termasuk juga yang sudah terhapus ini masih bisa menjadi rekam jejak digital yang sewaktu-waktu bisa kembali jika dipanggil. Oleh karena itu pesan teks ketika kita sudah kirimkan itu walaupun kita udah hapus sudah terkirim itu akan menjadi jejak digital. Begitu juga dengan foto, video
“Banyak kasus-kasus yang kembali terulang bawa foto video yang sudah terhapus tiba-tiba bisa dipanggil lagi waktu handphonenya hilang atau handphonenya dibawa ke tempat servis kemudian oleh tukang servisnya dimunculkan lagi data-data lama. Taunya banyak foto-foto vulgar dan sebagainya kemudian disebarkan,” jelasnya.
Jejak digital akan menjadi sebuah bom ranjau bagi kita sendiri yang akhirnya menimbulkan risiko yang sewaktu-waktu bisa meledak. Karena itu sebaiknya yang kita unggah saja hal-hal yang positif kemudian data pribadi juga harus hati-hati nggak semuanya harus disebar. Kalau misalnya ada nomor KTP tanggal lahir itu juga jangan sekali-sekali ditampilkan secara utuh di media sosial termasuk sertifikat ada nomor sertifikat dan capnya juga tanda tangan dan sebagainya.
Berpikir kritis sebelum posting, kita harus saring sebelum sharing kemudian paham ketika kita berinteraksi berbicara dengan siapapun itu kita harus betul-betul mengenali orang tersebut. “Kita kenal siapa yang kita follow, siapa yang mengikuti. Jangan sampai kita nggak kenal atau baru kenal di dunia maya saja kita sudah sangat terbuka dan menyerahkan segala sesuatu yang kita punya kepada dia,” pungkasnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (30/7/2021) juga menghadirkan pembicara Muhammad Arifin (RTIK Indonesia), Golda Siregar (Power Character), Leiki Kurnia (Politeknik LP3I), dan Aflahandita sebagai Key Opinion Leader.