Bermedia sosial untuk brand atau untuk diri sendiri, yang ingin media sosialnya produktif atau hanya sekedar menjadi diary personal, tetap saja ketika kita sudah memiliki akun di media sosial, kita harus memiliki etika, apa yang boleh kita dan tidak boleh kita lakukan.
Theo Derick, pakar marketing digital yang sukses membangun komunitas Coffee meets Stocks di Instagram hingga kini akan membuat aplikasi digital untuk literasi keuangan soal investasi saham. Dia berbagi tips tetap eksis bermedia sosial dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Kamis (5/8/2021).
- Bahasa komunikasi.
Kata-kata menjadi penting dalam berkonten kita harus memiliki tujuan apa yang ingin dibagikan, untuk menghibur, menginspirasi, berbagi informasi. Namun, dalam bermedia sosial kita harus tahu kapan waktu yang tepat mengupload postingan. Misalnya saat sedang liburan di Bali sebelum memposting harus pahami dulu apakah ketika kita memposting ini akan baik-baik. Akankah menimbulkan pro dan kontra. Liburan di Bali saat pandemi, kita dapat menilai tentu ini tidak pas. Kita harus memikirkan tujuan dan kondisi itu harus relevansi
- Sopan dan Positif.
Identitas kita sebagai masyarakat Indonesia yang sopan, ramah, dan berbudaya ini harus dimasukkan ke dalam konten media sosial. Theo menyebut cara-cara untuk melawan haters atau orang yang negatif di media sosialnya. Jika ada komentar yang bernada negatif dia meminta ke admin untuk membalas dengan ucapan, “Terima kasih kak atas masukannya” “Bisa dibayangkan ketika ada orang yang masuk ke tempat kita lalu marah-marah tapi balasan kita malah mengucapkan terima kasih. Sisi negatif dari mereka bisa kita ubah menjadi lebih positif. Semakin orang negatif, kita harus semakin positif. Karena nantinya dia akan berhenti dengan sendirinya. Kalau kita balas negatif juga sama-sama negatif yang ada kita malah merugi. Jadi, sekali lagi ketika ada orang yang memberikan komentar buruk kepada kita tidak perlu ragu untuk memberikan hal-hal positif dari kita,” jelasnya bersemangat.
- Gunakan bahasa yang simpel dan mudah dipahami
Konsentrasi dalam media sosial rendah di WhatsApp saja kita bisa salah paham, apalagi lewat konten yang terkadang hanya sekilas. Maka, usahakan kalau menggunakan bahasa sederhana dan mudah dipahami.
- Tidak menghakimi dan menghina apalagi membahas SARA
Tujuan bermedia sosial memang dari awal sudah harus ditentukan. Jika belum punya tujuan menggunakan media sosial akan mudah terpancing.
- Pastikan kebenaran dan kredibilitas.
Cek dulu apa yang kita sampaikan bener atau tidak, jika bentuk gambar harus sudah dikonfirmasi. Ketidakpedulian kita bagian dari penyebaran hoaks.
- Hindari over posting.
Jika kita melihat sebuah akun yang titik-titik-titik kecil di Instastory pasti kita akan bosan apalagi jika selebgram yang isinya hanya endorse. Hal yang yang terlalu sering dan over posting menjadi menjenuhkan.
- Relevansi dengan kondisi sekarang.
Saat pandemi banyak yang berdampak, tidak etis jika kita malah memamerkan mobil baru, posting sesuatu yang memotivasi, menyemangati. Jadilah sosok yang menginspirasi atau paling tidak membuat teman dunia maya kita tersenyum karena konten kita.
- Referensi bukan plagiasi.
Seseorang yang kreatif itu amati tiru modifikasi jadikan referensi bukan plagiasi. Referensi ialah saat kita melihat sesuatu yang bagus, kita pelajari gabung dengan gaya kita jadi sesuatu yang baru versi kita.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Kamis (5/8/2021) juga menghadirkan pembicara Mario Devys (RTIK Indonesia), Litani Pattinawa (Brand & Communication strategist), Acep Syaripudin (ICT Watch) dan drg. Anwina Pradono (Key Opinion Leader).