Zaman sudah mengalami perubahan teknologi. Media yang dulunya hanya disuguhkan dengan televisi tradisional dengan layar hitam putih kita telah beralih ke ponsel. Media pun bermunculan dengan pesat.
Media sosial dan bahkan YouTube kini menjadi sumber berita yang lebih diminati ketimbang media-media kredible. Media seperti ini dikategorikan sebagai homeless media. Media yang tidak memiliki “badan” atau “rumah”.
“Sebagai contoh ketika channel YouTube berhasil mewawancarai Prabowo pertama kalinya. Maka media-media kredible malah mengutip rekaman YouTube tersebut dan dijadikan bahan berita. Media meliput konten yang berseliweran di ranah digital,” ujar Ria Ariyanie Praktisi Humas & Komunikasi Co-Founder, CEO Talk Link, saat berbicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (25/8/2021).
Jumlah media massa di indonesia mencapai 47.000 media online berdasarkan survei Media Indonesia – 11 feb 2019. Namun tidak banyak yang bertahan dan benar-benar dilirik. Beberapa alasannya persaingan perebutan perhatian pembaca sangat ketat dan pandemi membuat kondisi media semakin runyam. Jurnalis dituntut mencari berita sebanyak mungkin, namun dengan keterbatasan gerak. Kemajuan teknologi yang menjadikan kanal media sosial dan aplikasi pesan.
Penyebaran info dan berita yang masif ini membuat hoaks memiliki tempat. Hoaks adalah info yang sesungguhnya tidak benar. Sengaja disebarkan agar masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman. dalam kebingungan masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah.
Ria pun memaparkan ada cara mudah untuk bisa menangkal hoaks. Yaitu dengan C-E-R-D-A-S, apa sajakah itu?
C – Cirikan
Kenali jika berita itu terlalu bagus untuk sebuah hal yang nyata, atau terlalu buruk / mengerikan untuk sebuah hal yang nyata. Mengandung SARA, menyudutkan pihak, provokasi, propaganda, anarkisme, hasutan, ujaran kebencian, tidak berimbang. Kalimat seruan untuk membagi / menyebarkan.
E – Emosi Terkontrol.
Menjadi yang pertama tidak selamanya merupakan bentuk eksistensi yang baik. Tapi menjadi yang membenarkan adalah eksistensi yang CERDAS. Jangan mudah terpengaruh. Biasakan berpikir kritis, bijak dan tidak mudah percaya sebelum membuktikan.
R – Redaksional Check.
Jangan mudah terpengaruh. Biasakan berpikir kritis, bijak dan tidak mudah percaya sebelum membuktikan. Cek Judul, hati-hati dengan click bait. Salin dan tempel judul, tangkap layar gambar dan bagikan untuk mengecek. Reputasi media, cek di https://dewanpers.or.id/data/perusahaanpers. Penyertaan alamat surel, cek di email-checker.net. Hasil Bad (tidak baik) atau Ok (baik).
D – Dalami, Baca, Pahami
Budayakan membaca konten berita. Jangan hanya judul. Ingat tren click bait. Mengutip nara sumber, memberikan data dari sumber yang jelas, acuan referensi yang jelas, informasi 5W1H, mengulas dua sisi. Pahami konten. Hati-hati dengan Konten Buatan, Konten yang Dimanipulasi, Koneksi yang salah, dan Konten yang Menyesatkan.
A – Awasi
nfokan kebenaran terhadap hoax yang disebarkan. Menjadi yang membenarkan adalah eksistensi yang CERDAS. Perluas pengetahuan. “Kepo” (rasa ingin tahu) yang positif. Waspada penipuan dan phishing. Pahami UU ITE. Jika menemukan hoaks laporkan ke Patrolisiber.id, layanan.kominfo.go.id, turnbackhoax.id, aduankonten.id, cekrekening.id
S- Saring sebelum Sharing.
Renungkan dan pastikan. Buang: SARA, Provokasi, Kebohongan, dan Kebencian. Sebarkan: Inspirasi, Informasi yang valid, Menghibur, Membantu.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar juga menghadirkan pembicara Rabindra Soewardana (Direktur OZ Bali), Ginna Desiana (Creator Game Board, Dolanan Yuk.id, Relawan TIK Jawa Barat), Theo Derick (CEO and Founder of Coffe Meets Stocks), dan Martin “Kax” sebagai Key Opinion Leader.