Selama pandemi, kini kita lebih banyak beraktivitas secara daring mulai dari kegiatan yang resmi seperti rapat sampai non formal seperti bertukar kabar dengan kerabat. Tentu, ketika bersosialisasi penerapan etika harus terus dijalankan. Baik bertemu tatap muka maupun hanya secara virtual.
Meskipun berkomunikasi digital kita harus tetap harus menjaga sopan santun, Satria Andika relawan TIK Jawa Barat menyebut, bagaimana kita menerapkan etika saat kita melakukan video call, video conference saat meeting dan juga termasuk saat kita melakukan chatting. Saat beraktivitas apapun yang menggunakan video dari jarak jauh untuk yang personal seperti video call seharusnya yang kita lakukan terlebih dahulu dapat menghubungi lawan bicara kita.
“Kita meminta izin untuk melakukan video call, karena tentuada beberapa orang ayang harus melakukan persiapan untuk bisa bertatap muka langsung dengan kita. Menanyakan waktu senggang mereka juga penting, jangan sampai kita menghubungi mereka ketika mereka sibuk,” ujarnya di webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 Kabupaten Bandung, Jawa Barat Senin (6/9/2021
Begitu pula etika saat video conference webinar atau rapat di Zoom atau Google meeting, sebaiknya tidak menutup kamera lalu kita tetap menggunakan pakaian rapi saat mengikuti kegiatan tersebut. Tidak keluar masuk ruangan Zoom dan juga tetap menjaga ketenangan selama acara virtual itu berlangsung. Itu merupakan bagian dari etika dalam media digital video, lantas saat berbagi pesan teks juga demikian, ini yang harus kita bangun dan budayakan karena aktivitas chatting kita lakukan setiap saat.
Saat memulai dan mengakhiri chatting gunakan salam atau ungkapan lain. Satria mengatakan, salamnya bisa menggunakan salam universal seperti selamat pagi, siang, salam sejahtera ada juga salam agama setelah memastikan agama lawan bicara kita. Tidak ketinggalan juga salam-salam budaya lokal seperti sampurasun.
Kita gunakan etika dalam berkomunikasi sekalipun pesannya yang akan kita sampaikan tidak harus formal tetapi penggunaan etiket seperti ini tetap harus dilakukan. Gunanya agar kita sebagai warga digital terbiasa untuk menerapkan etika saat berkomunikasi.
Kita juga harus memahami konteks, saat berinteraksi di grup chat misalnya di grup WhatsApp atau di kolom komentar Facebook atau Instagram kita pahami dulu konteks interaksi seperti apa jangan sampai kita malah berlebihan menanggapi terlalu serius atau bercanda. Misalnya juga kita malah mengirim stiker berlebih padahal sedang membahas konteks yang penting memang sederhana namun berdampak tidak nyaman bagi orang lain.
“Ada satu quotes dari pemimpin Islam terdahulu mengatakan, semulia-mulia manusia ialah siapa yang merendahkan diri ketika memiliki kedudukan tinggi. Memaafkan ketika berdaya membalas dan bersikap adil ketika kuat. Itu juga yang harus kita lakukan di dunia digital. Ketika hal ini diterapkan sejatinya tidak akan muncul perdebatan, peperangan komentar di dunia maya. Berdebat boleh tetapi untuk mengeluarkan argumen tidak saling mencemooh, melakukan cyberbullying atau memaki dan menjelek-jelekkan karakter seseorang di dunia maya,” ucapnya menyarankan.
Seseorang yang mampu ketika berada di balik layar, ketika orang lain tidak melihat siapa dirinya makanya dia dapat seperti seekor macan. Namun ketika berada di dunia maya, padahal ketika bertemu langsung mungkin saja nyali dia ciut seperti anak kucing. Kemampuan seseorang merasa memiliki power luar biasa di dunia maya seharusnya dapat dikontrol sehingga tetap memiliki etika berbangsa bernegara baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Webinar juga menghadirkan pembicara Allana Abdullah (Praktisi Bisnis Online), Ronal Tuhatu (Psikolog), Kis Urel (Development Coach) dan dr.Maichel Kainawa sebagai Key Opinion Leader.