Berpikir kritis merupakan kunci untuk menghindari terpapar informasi bohong. Seseorang harus skeptis ketika datang informasi dari dunia digital, tidak langsung percaya apalagi membagikan ulang.
Meylani Pratiwi, Relawan TIK Jawa Barat menyatakan, di tengah banjir informasi wajib bagi warganet mencari fakta melalui website instansi resmi hingga media massa terpercaya. Bahkan dia mengatakan selidiki penyampai informasi jangan sampai seperti kasus dokter yang mengatakan mengenai interaksi obat.
“Apakah dia kredibel atau siapakah dia, apakah dia berhak untuk menyampaikan informasi tersebut,” sebutnya.
Berbicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/9/2021) juga menegaskan untuk melaporkan informasi hoaks. Caranya screen capture informasi tersebut di WhatsApp atau di situs website kemudian hasil tangkapan layar itu dikirim ke aduankonten@kominfo.go.id.
Kiriman itu segera diproses setelah melalui verifikasi dan pelapor akan dijamin identitasnya. Aduan konten dapat dilihat di laman web trustpositif.kominfo.id jika sudah ada klarifikasinya.
Meylani juga menyebut Jari ABC untuk memudahkan orang untuk mengingat dalam menangkal hoaks. A yaitu amati pesannya, B untuk baca sampai selesai.
“Jangan malas untuk membaca sampai tuntas sehingga kita dapat menyimpulkan apakah informasi ini layak untuk dibagikan ulang atau tidak,” ujarnya.
Kemudian C yakni cari sumbernya atau mencari di komunitas anti hoaks kemungkinan mereka sudah memeriksa informasi tersebut dan sudah diklarifikasi.
Terakhir, dia berpesan agar masyarakat selalu mencari berita positif maka yang akan muncul pada media sosialnya berita positif lagi. Bukan hanya mencari dalam membuat konten juga pastikan selalu positif agar konten buruk tenggelam dengan sendirinya.
Webinar juga menghadirkan pembicara Virginia aurelia (pebisnis online), Andro Hartanto (Co-Founder IOJIN), Indira Wibowo (public speaker), dan Clarissa Darwin sebagai Key Opinion Leader.












