Saat menggunakan internet, kita sebagai masyarakat digital jangan pernah melupakan etika-etika yang ada. Tujuannya tentu untuk juga menghargai sesama pengguna internet lainnya dan menjaga diri kita dari masalah dan persepsi orang lain yang tidak baik.
Menurut kreator konten Steve Pattinawa, karena di dunia Internet ini kita lebih banyak berkomunikasi dengan menggunakan teks. Maka dari itu kita harus selalu memperhatikan penggunaan huruf agar tidak ada kesalahan dan dapat dimengerti oleh lawan bicara kita. Jangan lupakan juga tanda baca seperti intonasi saat kita berbicara.
“Tanda baca pun bisa mmbuat kesalahpahaman jika salah penempatan. maka ketika mengetik sebuah komentar kita harus memperhatikan secara teliti dan dibaca kembali sebelum dikirimkan. Terpenting juga adalah bagaimana kata-kata yang dirangkai itu merupakan kata-kata yang sopan sehingga tidak menimbulkan masalah baru atau membuat orang tersinggung,” ungkapnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Kamis (07/10/2021).
Terkadang kita ingin menjadi sumber informasi, orang yang pertama kali tahu. Apapun yang kita sampaikan itu harus merupakan informasi yang benar dan tepat maka sebelum kita membagikan kepada orang lain kita harus meyakini bahwa informasi yang akan kita bagikan ini suatu yang benar.
Hindari perselisihan, seperti halnya di dunia nyata kita harus menjadikan dunia maya juga sama dengan itu. Jangan sampai kita membuat konflik yang menghadirkan perselisihan di ruang digital. “Berani meminta maaf jika kita salah. Misalnya kita salah berkomentar yang membuat orang lain sakit hati atau juga kita salah dalam membagikan informasi yang kita bagikan itu menyakiti orang lain kita harus minta maaf,” jelasnya.
Atau informasi yang dibagikan itu ternyata sebuah hoaks, ita harus bisa minta maaf atas kekeliruan dan juga mengklarifikasi. Bahwa berita yang tadi kita bagikan adalah berita hoaks yang sebelumnya tidak kita sadari
Webinar juga menghadirkan pembicara, Allana Abdullah (Entrepreneur dan Investor Startup), Diana Balienda (digital trainer), Shanti Kusmiati (Bendahara Pengurus Pusat Relawan TIK), dan Tanisha Zharfa sebagai Key Opinion Leader.