Konon konten visual itu lebih diminati oleh para penikmat konten di ruang digital. Sebenarnya visualisasi adalah bentuk dari sebuah konten yang berisikan gambar menarik. Visual ini selalu mengikuti perkembangan teknologi jadi ketika teknologi berkembang visualisasi juga turut ikut berkembang.
Freddy Yusanto, dosen Universitas Telkom mencontohkan, beberapa tahun sebelumnya kita mengenal kamera DSLR itu bisa untuk pengambilan video padahal dulu foto saja. Ketika kamera DSLR itu bisa mengambil video maka tren video itu menggunakan komposisi atau frame dengan konsepnya bokeh atau ada sisi blur di bagian belakang objek.
Sejak saat itu pembuatan video berlomba-lomba untuk menyajikan video yang menampilkan bokeh sehingga terlihat lebih artistik. Kemudian teknologi drone kini banyak yang menggunakan drone bahkan alat yg semakin murah.
“Ada adegan-adegan yang sekiranya tidak perlu menggunakan sekarang malah memakai drone untuk menyorot orang ngobrol saja pakai drone. Jadi akhirnya ada beberapa hal karena teknologi, beberapa motivasi dalam konteks bahasa visual itu terlupakan jadi semua mengejar trennya atau efeknya. apalagi yang sekarang ribuan efek itu dimasukkan di dalam video kita,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (23/10/2021).
Ketika berbicara mengenai visualisasi maka kita harus kenal dengan bahasa visual. Bahasa visual seperti lighting, komposisi camera angle, moving camera, dan lain sebagainya.
Saat membuat konten tentu ada komunikasi, komunikasi visual itu adalah proses penyampaian informasi atau pesan yang menggunakan media penggambaran yang hanya terbaca oleh indra penglihatan. Bahasa visual merupakan suatu proses komunikasi menggunakan visual sebagai pesan utamanya. Jadi gambar itu menjadi pesan utama sebenarnya bahasa visual itu sama dengan bahasa lisan struktur yang sama hanya dalam bentuk yang berbeda.
Misalnya, ada bahasa lisan ada kalimat saya pergi ke kampus orang yang kita ajak ngobrol tahu bahwa kita ingin pergi ke kampus. Tetapi, bagaimana dengan bahasa visual ketika kita ingin buat kalimat Slsaya pergi ke kampus. Seperti apa dalam bentuk visualnya.
“Kita harus siapkan beberapa shot tanggal atau jam di sebuah ruangan yang kita sambungkan dengan kita yang sedang sarapan. Kemudian saya menyiapkan kendaraan lalu ada di jalan dan terakhir masuk gerbang kampus dengan background identitas kampus. Tidak perlu menggunakan kalimat atau narasi pergi ke kampus kita bisa melihat bahwa seseorang itu sedang pergi ke kampus,” jelasnya.
Untuk menyusun bahasa visual sama saja harus terstruktur dengan baik. Kita harus menyiapkan kaidah-kaidahnya. Freddy menyebutnya kaidah bukan aturan yang wajib, tetapi lebih sebagai pilihan dalam sinematografi.
Bahasa visual yang pertama lighting atau pencahayaan yang menjadi unsur utama. Semahal apapun kamera yang kita punya kalau tanpa cahaya maka tidak akan pernah anda visualisasi. Memang ada kamera dengan teknologi infrared tetapi hasil gambarnya tidak bisa merepresentasikan makna atau realitas yang ada warnanya juga berbeda dengan yang sebenarnya. Saat membuat visualisasi ada satu yang harus diingat ada teori yang namanya T light dan back light.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Sisi Suhardjo (Praktisi Humas & komunikasi), Erlangga Seta (Konsultan IT), Dicky Renaldi (Kreator Konten), dan Ibrahim Hanif sebagai Key Opinion Leader.