Bagi para pendidik masa kini dibutuhkan kerja keras untuk dapat membimbing dan mendidik para generasi masa kini atau yang kerap disebut gen Z (Alpha). Sebab masanya telah berbeda kini mereka lebih banyak menerima informasi dari internet, pengetahuan mereka jauh bisa lebih luas dan dari segi waktu mereka lebih senang menghabiskan di media digital.
Maka dari itu para pendidik harus mengerti Generasi Z ini dan dapat menerapkan proses pendidikan kepada anak didik kita sesuai dengan usianya. Ketika kita membersamai mereka dalam konteks pendidikan atau pengajaran sesuai dengan zaman mereka.
Irwan Kurniawan, Ketua MGMP Bahasa Indonesia Kabupaten Karawang dan guru SMPN 1 Karawang Timur menjelaskan, kita diskusi tentang gaya belajar generasi Z atau usia anak SD sampai SMA. Ketika para pendidik menghadapi putra-putri dari generasi Z ini belajar generasi mereka harus kita antisipasi karena mereka mempunyai sikap terbiasa atau menyukai format audio visual.
“Makanya sewaktu PJJ saja mereka lebih suka media pembelajaran berupa video melalui YouTube dan sebagainya. Kurang tertarik dengan menggunakan media WhatsApp dengan teks,” ungkapnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (03/11/2021).
Kedua, mereka bergantung pada teknologi misalnya para generasi Z diajak berlibur ke suatu tempat yang tidak terkoneksi internet. Mereka kemungkinan besar akan menolak. Terlebih jika masuk wilayah yang tidak ada listrik sehingga tidak dapat me-recharge gawai mereka. Mereka sangat bergantung pada teknologi.
Ketiga, mudah memahami contoh-contoh konkret, mereka tidak inget ribet, harus jelas sesuai dengan yang mereka ketahui. Para generasi Z ini juga kritis mengemukakan pendapat. Tidak aneh jika di dalam kelas mereka masih sering bertanya sesuatu yang ingin diketahui, kalau tidak paham mereka akan terus bertanya. Itu adalah sikap dari generasi Z. Selanjutnya adalah mampu belajar dengan baik dari guru atau tutor yang memposisikan diri sebagai sahabat.
“Makanya di Program Guru Bergerak, ada siswa yang menentukan proses pembelajaran dan guru mengikuti sesuai dengan keinginan mereka,” tambahnya.
Ketika pendidik memberikan bahan-bahan literasi yang berkaitan dengan budaya dalam konteks berdasarkan pendidikan yang berdasar pada filosofi Ki Hajar Dewantara. Pendidik memiliki filosofi untuk menanamkan peserta didik tentang budaya Indonesia juga mengenai kearifan lokal kita. Berkaitan dengan literasi digital, para pendidik dapat mengarahkan.
Caranya dengan membuat bahan ajar yang berkaitan dengan literasi untuk menumbuhkembangkan budaya bangsa. Para pendidik dapat memilih muatan yang harus dikejar oleh pendidik berkaitan dengan bahan literasi tersebut. Seperti, harus berdasarkan kearifan lokal, misalnya apa ciri khas daerah kita. Dalam filosofi Ki Hajar Dewantara menekankan mereka harus mengenal, terbiasa, explore apa yang ada di daerah tersebut. Potensi apa sehingga mereka bisa mempergunakan kearifan lokal tersebut.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Ryzki Hawadi, (CEO Attention Indonesia), Tetty Kadi (Aktris Senior), Aidil Wicaksono (Managing Program Kainzen Room), dan Deya Oktarissa sebagai Key Opinion Leader.