Di masa ini kita mengenali fitur screenshot atau tangkap layar. Fitur ini bisa menjadi bumerang bagi diri kita sendiri ketika tidak menerapkan etika digital di dunia maya. Konten kita yang tidak sesuai etika tersebut bisa saja di-screenshot dan disebarkan ke ruang publik yang lebih luas.
Menurut Amykamila, CEO dari @heysobofficial, etika digital bisa mempengaruhi kita di masa auto searching ini. Hal ini karena etika digital kita itu meninggalkan jejak digital. Selain dari postingan, etika kita bisa tercermin melalui sesuatu yang kita repost di media sosial.
“Di ruang digital, masyarakat Indonesia itu tidak ramah-ramah. Misalnya artis korea yang di-bully orang Indonesia karena main drama. Padahal kita aslinya ramah, kenapa di dunia digital berbeda,” ungkap Amy dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota cimahi, Jawa Barat, Selasa (09/11/2021).
Di dunia digital, kesempatan semakin terbuka. Kita bisa upload konten atau postingan di mana pun dan kapan pun. Akan tetapi, kesempatan yang terbuka lebar ini justru sebanding dengan dampak negatifnya itu sendiri. Amy menceritakan bahwa dirinya menerima konsultasi yang berkaitan dengan hal-hal negatif di ruang digital, utamanya dimulai melalui komentar-komentar negatif. Ketika kita melihat adanya aksi bullying di media sosial, selayaknya kita menjadi saksi mata. Kita bisa mensupport korban dan jangan menjustifikasi tanpa solusi.
“Dari kata-kata kita yang enggak difilter itu bisa melukai orang lain. Kita enggak pernah tahu kondisi seseorang ketika membaca komentar negatif atau pesan positif. Terlihatnya sepele seperti bercanda, tetapi pada kondisi emosi negatif itu bisa membuat orang sangat terpuruk. Bahkan bisa berujung pada kematian,” ujar Amy.
Penerapan etika di dunia digital, ketika kita mengirim pesan itu harus sopan, menggunakan salam, dan lain sebagainya layaknya pada dunia nyata. Kemudian, menghargai pendapat orang lain dan lihat dari sudut pandang lainnya, selama tidak bertentangan dengan etika dan fakta.
Selain itu, kita juga bisa berkolaborasi di ruang digital. Ia menyampaikan, apabila kita ingin membuat sebuah konten yang keren, utamakan harus memenuhi etika bukan hanya ingin viral. Menurutnya, konten keren merupakan konten yang dapat menginspirasi diri sendiri dan orang lain untuk terus berbuat kebaikan. Karena konten negatif akan banyak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Taufik Ibnu Bahrum (Ketua MGMP Kota Depok), Siti Rohayah (Wakil Kurikulum SMPN 26 Depok), Puguh Rismadi Ismail (Instruktur Edukasi4ID), dan Ibrahim Hanif sebagai Key Opinion Leader.