Budaya digital adalah hasil dari pola pikir, kreasi, dan cipta karya manusia berbasis teknologi internet, yang ditentukan oleh penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita yang menguasai tentang teknologi digital berarti kita telah mengubah budaya analog menjadi digital.
“Budaya itu sebenarnya adalah kebiasaan atau rutinitas masyarakat di kehidupan sehari-hari. Rutinitas ini dibuat karena kita sudah terbiasa dan nyaman melakukannya. Sekarang ini, budayanya saat bangun tidur itu mencari handphone. Belanja juga orang lebih memilih secara online dibandingkan ke pasar,” jelas Verra Rousmawati, Instruktur Edukasi4ID dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (16/11/2021).
Ia mengatakan, secara tidak langsung budaya digital itu lahir dari revolusi dalam digitalisasi. Pola kehidupan manusia sehari-hari sudah bergantung pada teknologi yang dapat memudahkan aktivitas manusia.
Tiga aspek penting dalam membagun budaya digital. Pertama, partisipasi masyarakat untuk memberikan kontribusi supaya mencapai tujuan bersama. Kedua, remediation yaitu bagaimana mengubah budaya lama menjadi budaya baru yang lebih bermanfaat. Ketiga, bricolage yakni bagaimana memanfaatkan hal yang sudah ada sebelumnya untuk membentuk hal baru.
“Sebenarnya budaya digital yang sekarang itu sudah ada sebelumnya, tetapi karena manusia terus berpikir dan berinovasi hal itu akan berubah menjadi budaya baru,” ungkapnya.
Dalam penerapannya, budaya digital ini mengubah mindset dari analog menjadi digital. Sekarang dari jarak yang jauh pun kita tetap bisa berkomunikasi dan berinteraksi. Namun, perkembangan pola pikir ini bukan semata-mata kita bisa meninggalkan nilai budi pekerti bangsa. Akibat kemajuan teknologi, tren yang terjadi ialah saling terkoneksi satu sama lain di belahan dunia manapun.
Zaman sekarang, perilaku orang pun berubah terutama pada remaja. Kebanyakan dari mereka senang bermain dan berinteraksi di media sosial. Verra mengatakan, para remaja ini setidaknya memiliki lebih dari satu media sosial. Mereka juga cenderung lebih menyukai ponsel dibandingkan televisi, memiliki minat membaca buku yang rendah, dan menjadikan mesin pencarian Google sebagai sebuah adviser.
Menurutnya, seharusnya remaja terutama yang masih bersekolah perlu memanfaatkan media sosial dengan sebaik mungkin. Hal ini karena media sosial bisa dijadikan sebagai media pembelajaran, tempat mengekspresikan kreatifitas, peluang kerja, atau pemasaran digital.
Webinar juga menghadirkan pembicara, Ade Irma Purnamasari (Dosen Tetap dan Sekretaris Ketua STMIK IKMI Cirebon), Kamaludin (Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMAN 1 Gunungputri Kabupaten Bogor), Atib Taufik Ibnu Bahrum (Ketua MGMP Kota Depok), dan Clarissa Darwin sebagai Key Opinion Leader.