Starbucks baru saja mengumumkan pemangkasan 1.100 karyawan di posisi korporat sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk keluar dari tekanan finansial pada 2025. Keputusan ini diambil guna merampingkan struktur organisasi dan meningkatkan efisiensi operasional.
CEO Starbucks, Brian Niccol, dalam surat resminya kepada karyawan, menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk mengurangi lapisan birokrasi, menghilangkan duplikasi tugas, dan membentuk tim yang lebih kecil namun lebih efektif. Menurutnya, perusahaan harus lebih gesit dalam menghadapi tantangan industri agar tetap kompetitif di pasar.
Pemutusan hubungan kerja ini akan berfokus pada peran-peran pendukung yang saat ini diisi oleh sejumlah karyawan serta posisi yang belum terisi. Niccol menegaskan bahwa meskipun ada pengurangan tenaga kerja, Starbucks tetap membuka peluang perekrutan, namun dengan pendekatan yang lebih selektif dan sesuai kebutuhan strategis perusahaan.
Dalam strategi “Back to Starbucks,” Niccol menekankan bahwa pemangkasan ini bukan sekadar efisiensi biaya, tetapi juga bagian dari visi jangka panjang untuk menyederhanakan struktur operasional dan meningkatkan integrasi tim di seluruh unit bisnis. Ia meyakinkan bahwa perubahan ini tidak akan berdampak pada karyawan di gerai serta investasi untuk memperpanjang jam operasional tetap berjalan seperti biasa.
Starbucks saat ini menghadapi tantangan besar akibat menurunnya permintaan di pasar utama seperti Amerika Serikat dan China. Investor berharap kebijakan baru ini dapat mempercepat pemulihan perusahaan serta menghidupkan kembali budaya kedai kopi yang menjadi ciri khasnya.
Meski keputusan ini berat, Starbucks berupaya memastikan transisi berjalan sebaik mungkin. Perusahaan tetap berkomitmen untuk mendukung karyawan yang terdampak dan memberikan informasi lebih lanjut mengenai langkah-langkah yang akan diambil dalam beberapa bulan ke depan.
Dengan berbagai perubahan ini, Starbucks berharap dapat keluar dari tekanan ekonomi dan kembali memperkuat posisinya di industri kopi global. Keberhasilan strategi baru ini akan sangat bergantung pada bagaimana perusahaan menyeimbangkan efisiensi operasional dengan tetap mempertahankan pengalaman pelanggan yang berkualitas.