Ketegangan antara Amerika Serikat dan China kembali membara setelah mantan Presiden Donald Trump mengambil langkah drastis untuk membatasi ekspor chip semikonduktor ke Beijing. Kebijakan ini dipandang sebagai upaya untuk menekan industri teknologi China dan memperkuat posisi AS dalam persaingan global.
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menegaskan bahwa Washington tidak akan membiarkan teknologi chip buatan Amerika jatuh ke tangan China. Untuk itu, pemerintah AS akan menggandeng negara-negara sekutu serta perusahaan global guna memastikan bahwa teknologi semikonduktor yang dikembangkan di Amerika tidak diekspor ke China tanpa izin ketat.
“Demi uang, orang-orang telah mengambil chip kami dan mengalihkan ke China,” kata Lutnick dalam wawancara dengan Reuters, Rabu (19/3). Pernyataannya mencerminkan kekhawatiran pemerintah AS bahwa China telah memanfaatkan kebebasan perdagangan untuk memperoleh teknologi vital yang bisa memperkuat industri dan militernya.
Strategi baru ini juga akan mengintegrasikan kontrol ekspor dalam perjanjian perdagangan internasional. Dengan demikian, negara-negara mitra harus memilih apakah mereka ingin tetap menjadi sekutu dagang Amerika atau lebih memilih keuntungan ekonomi dengan menjual produk semikonduktor ke China.
“Apakah mereka berpihak pada kami atau mereka lebih tergoda oleh keuntungan ekonomi dengan menjual jiwa mereka kepada pihak yang membahayakan kita?” ujar Lutnick dengan nada keras.
Kekhawatiran besar lainnya adalah potensi gangguan pada pasokan chip dari Taiwan. Lutnick memperingatkan bahwa jika China berhasil menguasai Taiwan—yang merupakan pusat produksi semikonduktor dunia—maka dampaknya akan sangat besar bagi perekonomian AS. Salah satu sektor yang diperkirakan akan lumpuh adalah industri mobil listrik, yang sangat bergantung pada chip buatan Taiwan.
“Jika kita kehilangan Taiwan dan chip-chip itu tidak datang, kita bahkan tidak bisa membuat mobil,” tegasnya.
Pemerintahan Trump tidak hanya fokus pada pembatasan ekspor ke China, tetapi juga berusaha membangun industri strategis dalam negeri. Sektor yang menjadi prioritas termasuk semikonduktor, baja, aluminium, manufaktur drone, serta pengembangan pusat data yang lebih aman.
Selain itu, Washington juga memperketat aturan terhadap perusahaan China yang beroperasi di AS. Beberapa langkah yang sudah dilakukan termasuk pembatasan akses perusahaan China ke pasar Amerika, larangan penggunaan perangkat lunak berbasis AI tertentu, serta upaya mengurangi ketergantungan terhadap produk teknologi China.
Dalam beberapa tahun terakhir, ketergantungan global pada semikonduktor buatan Taiwan memang menjadi perhatian besar. AS dan sekutunya khawatir bahwa jika Taiwan jatuh ke tangan China, maka Beijing bisa dengan mudah mengontrol pasokan chip dunia, yang akan memberikan mereka keunggulan dalam teknologi militer dan industri digital.
Sebagai respons terhadap ancaman ini, Washington telah mendorong pembangunan pabrik semikonduktor di AS, termasuk melalui investasi miliaran dolar dalam sektor tersebut. Beberapa perusahaan besar seperti Intel dan TSMC bahkan telah mulai membangun fasilitas produksi baru di Arizona untuk mengurangi ketergantungan pada Asia.
“Kita perlu membangun drone, melindungi drone kita, dan membangun pusat data,” ujar Lutnick, menegaskan bahwa penguatan infrastruktur digital AS adalah langkah penting dalam menghadapi tantangan global.
Kebijakan agresif ini telah memicu respons keras dari Beijing. China menuduh AS melakukan proteksionisme dan berusaha menghambat perkembangan teknologinya. Beijing juga berencana meningkatkan investasi dalam produksi chip domestik guna mengurangi ketergantungan pada impor teknologi Barat.
Dalam beberapa bulan ke depan, ketegangan ini diperkirakan akan terus meningkat. Apalagi, dengan pemilu AS yang semakin dekat, kebijakan perdagangan terhadap China akan menjadi salah satu isu utama dalam kampanye. Jika Trump kembali berkuasa, bukan tidak mungkin tekanan terhadap China akan semakin intensif.
Bagaimana dampak dari kebijakan ini terhadap industri global? Banyak analis memperkirakan bahwa perang teknologi antara AS dan China bisa memicu lonjakan harga chip dan memperlambat inovasi teknologi secara keseluruhan. Dunia kini tengah menanti bagaimana Beijing akan merespons langkah-langkah keras dari Washington.