Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memulai penyusunan proposal pendanaan tahap kedua dari Green Climate Fund (GCF) senilai 80–90 juta dolar AS atau sekitar Rp1,3–Rp1,4 triliun. Dana ini akan digunakan untuk mendukung program pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan, proposal disusun melalui skema result based payment (RBP) atas upaya Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation plus (REDD+). “Ini inisiatif pendanaan yang sangat membantu Kemenhut untuk berbagai aspek,” ujarnya usai Kick Off Meeting Concept Note dan Proposal Pendanaan Baru RBP REDD+ GCF Tahap II di Jakarta, Selasa.
Menurut Raja Juli, sektor kehutanan terus menekan emisi akibat kebakaran hutan dan degradasi lahan melalui perbaikan tata kelola hutan, pemanfaatan hutan lestari lewat program perhutanan sosial, pelibatan masyarakat adat, serta langkah-langkah konservasi.
Kemenhut juga gencar merehabilitasi kawasan hutan yang rusak akibat kebakaran maupun degradasi. Sebelumnya, atas kinerja pengurangan emisi 2014–2016, GCF telah mengucurkan dana 103,78 juta dolar AS atau sekitar Rp1,69 triliun untuk pengurangan 20,25 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Staf Ahli Menhut Bidang Perubahan Iklim, Haruni Krisnawati, menyebut target pendanaan tahap kedua sebesar 80–90 juta dolar AS memang lebih kecil dari tahap pertama. Namun, hal ini menjadi peluang untuk menyiapkan konsep dan proposal yang matang.
“Tidak sebesar sebelumnya, tapi ini tetap peluang penting bagi Indonesia,” kata Haruni.
Terkait periode dan jumlah emisi yang akan diajukan pada fase baru pendanaan, Haruni menyatakan pihaknya akan mempelajari lebih lanjut persyaratan dari GCF sebelum menetapkan angka final.
Dengan pendanaan ini, pemerintah berharap dapat memperkuat program pengurangan emisi, menjaga kelestarian hutan, dan memastikan manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, khususnya di wilayah sekitar hutan.