Info Bisnis id
No Result
View All Result
Tuesday, September 2, 2025
  • Investasi
  • Home
  • News
  • Wirausaha
  • Perbankan
  • teknologi
  • lifestyle
  • otomotif
  • tips
  • persona
    • Tokoh
    • Opini
    • Wawancara
  • Foto
  • Asuransi
Subscribe
Info Bisnis id
  • Investasi
  • Home
  • News
  • Wirausaha
  • Perbankan
  • teknologi
  • lifestyle
  • otomotif
  • tips
  • persona
    • Tokoh
    • Opini
    • Wawancara
  • Foto
  • Asuransi
No Result
View All Result
Info Bisnis id
No Result
View All Result
Home Opini

Barracuda dan Republik

by infobisnis@admin
September 2, 2025
0
Barracuda dan Republik
153
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Gelombang protes yang muncul di sejumlah kota beberapa hari terakhir sesungguhnya tidak hadir begitu saja. Ia berangkat dari akumulasi kegelisahan publik terhadap kemewahan fasilitas parlemen, ucapan seorang legislator yang menyinggung perasaan rakyat, dan yang paling memilukan, wafatnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi daring yang tertimpa kendaraan taktis Barracuda milik kepolisian pada 28 Agustus lalu. Nama Affan kemudian menjelma simbol jarak yang kian melebar antara negara dan warganya. Apa yang menyusul bukanlah sekadar kerusuhan, melainkan luapan amarah terhadap represi. Warga menuntut martabat sementara jawaban negara tampak lebih berupa senyap dan ketegasan aparat.

Dalam suasana itu Presiden Prabowo Subianto memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Presiden Jakarta pada Minggu 31 Agustus 2025. Di hadapan jajaran menteri dan pimpinan partai politik Prabowo menekankan agar Polri dan TNI bekerja solid, tidak ragu mengambil langkah-langkah tegas dan terukur terhadap setiap pelanggaran hukum dalam aksi demonstrasi. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyampaikan bahwa Presiden juga menugaskan Badan Intelijen Negara untuk memantau situasi secara cermat, sementara Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian diminta memastikan koordinasi dengan pemerintah daerah.

Narasi yang dipilih jelas bahwa keamanan dan disiplin didahulukan sebelum empati. Memang ada catatan bahwa aspirasi masyarakat akan didengar bahkan kasus meninggalnya Affan Kurniawan diperiksa secara terbuka. Namun pesan dominan tetaplah perintah menindak kerusuhan makar hingga terorisme seakan-akan protes publik terutama dipandang sebagai ancaman keamanan ketimbang tanda keterasingan politik.

Sekilas pesan tersebut tampak tanpa kontroversi. Setiap negara hukum memang tidak dapat membiarkan gedung terbakar atau aparat dilukai. Namun bingkai yang dipilih menyisakan catatan. Kerusuhan dapat pula dibaca sebagai gejala keterasingan politik kesenjangan ekonomi atau tanda adanya penyalahgunaan wewenang. Sayangnya dimensi itu jarang diangkat. Yang menonjol justru narasi disiplin dan ketertiban.

Padahal keheningan terhadap sumber kemarahan masyarakat tidak bisa dianggap sepele. Protes bukanlah sekadar gangguan ketertiban melainkan cermin legitimasi. Ketika warga rela turun ke jalan menutup ruas bahkan mengambil risiko ditangkap sesungguhnya ada kegelisahan mendalam yang tak tersalurkan melalui kanal lain. Negara yang hanya memandang kericuhan sejatinya tengah menutup mata atas separuh kenyataan yakni perasaan tidak didengar.

Bangsa ini pernah mengalami pola serupa. Pada masa Orde Baru protes kerap dilabeli subversif, stabilitas dijadikan alasan utama, sementara perbedaan diperlakukan sebagai ancaman. Kendaraan lapis baja dan aparat bersenjata menguasai ruang publik hingga Reformasi 1998 mencoba mengubah pola itu. Dua dasawarsa kemudian Indonesia hidup dalam dinamika politik yang kadang gaduh tetapi tetap vital. Kini tragedi yang kita hadapi bukan hanya wafatnya seorang anak muda di bawah kendaraan negara tetapi juga kecenderungan negara yang kembali menjawab dengan ketegasan alih-alih kerendahan hati. Padahal ruang dialog terbuka, pengakuan atas keluhan masyarakat bisa dilakukan, bahkan gestur simbolis seperti hari berkabung nasional dapat dipilih.

Simbol sangat penting. Kehadiran Panglima TNI di samping Kapolri memberi kesan kaburnya garis yang selama Reformasi dijaga yakni urusan domestik menjadi ranah kepolisian sementara militer difokuskan pada pertahanan eksternal. Pemisahan itu memang tidak selalu sempurna tetapi tetap sebuah prinsip. Ketika simbol itu bergeser yang muncul ialah kembalinya pendekatan militeristik dalam memandang perbedaan pendapat. Michel Foucault dalam Discipline and Punish menunjukkan bahwa kekuasaan kerap bekerja bukan hanya melalui aturan tetapi juga lewat tubuh ruang dan simbol. Dalam bingkai itu Barracuda tidak lagi sekadar kendaraan melainkan representasi kuasa yang hadir di ruang publik.

Penggunaan simbol keamanan yang berlapis-lapis juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana negara memahami ruang publik. Protes di jalan raya aksi duduk di kampus hingga unjuk rasa di depan gedung parlemen sejatinya adalah bentuk klaim warga terhadap ruang politik mereka. Ruang publik bukan hanya arena lalu lintas melainkan wadah artikulasi politik yang sah. Ketika ruang itu didefinisikan semata sebagai gangguan ketertiban negara secara perlahan menggeser makna politik warga menjadi sekadar masalah administratif. Dalam titik ini publik kehilangan otonomi simboliknya dan hanya diperlakukan sebagai kerumunan yang harus diatur.

Kecenderungan semacam ini bukan monopoli Indonesia. Thailand selama dua dekade terakhir menunjukkan bagaimana militerisasi ruang publik membuat demokrasi berjalan pincang. Pemilu tetap digelar tetapi jalan-jalan dipenuhi moncong senjata dan protes sering berakhir dengan pembatasan keras. Myanmar bahkan lebih ekstrem ketika logika keamanan menelan sepenuhnya ruang politik sipil. Indonesia tentu berbeda karena Reformasi masih menjadi fondasi tetapi pengalaman regional memperlihatkan risiko nyata jika pemisahan sipil militer kabur. Dengan demikian persoalan Barracuda dan pengerahan aparat bukan hanya soal teknis keamanan melainkan soal imajinasi politik. Apakah ruang publik dipandang sebagai milik warga yang berdaulat atau sekadar ruang negara yang harus dijaga dari warga itu sendiri. Pertanyaan inilah yang akan menentukan arah demokrasi ke depan.

Mengapa Presiden memilih jalan ini. Sebagian mungkin karena refleks kelembagaan yang telah lama terbentuk. Sebagian lagi karena perhitungan politik sebab citra ketegasan memang telah melekat pada sosok Prabowo. Menunjukkan empati bisa dianggap melemahkan wibawa. Namun tidak tertutup kemungkinan ada alasan lebih mendalam yakni bahwa ketegasan koersif dipandang bukan lagi sebagai pilihan terakhir melainkan strategi utama dalam menjalankan pemerintahan.

Kekhawatiran ini tak dapat diabaikan. Giorgio Agamben dalam State of Exception mengingatkan bahwa keadaan darurat yang semestinya luar biasa bisa dinormalisasi hingga batas antara penegakan hukum dan penanggulangan ancaman kabur. Demokrasi dalam banyak pengalaman jarang runtuh sekaligus. Ia lebih sering terkikis perlahan selalu dengan dalih menjaga ketertiban. Hungaria menggunakan isu migrasi Turki menunggang trauma kudeta Filipina memanfaatkan perang terhadap narkotika. Polanya serupa pemilu tetap berlangsung parlemen bersidang pengadilan menjatuhkan putusan tetapi ruang sipil makin menyempit. Warga akhirnya berbicara lebih lirih berkumpul lebih jarang hidup lebih berhati-hati. Dalam kondisi seperti itu publik sebagai ruang politik ikut menyempit padahal di situlah demokrasi menemukan denyutnya. Hannah Arendt dalam On Violence menegaskan bahwa kekuasaan bertumpu pada persetujuan sementara kekerasan justru sering hadir ketika persetujuan itu melemah.

Indonesia berisiko menghadapi hal serupa bila melupakan sejarahnya. Reformasi bukan hanya kejatuhan seorang penguasa melainkan pembaruan relasi antara negara dan warga. Hak-hak tidak pernah diberikan begitu saja melainkan diperjuangkan dengan pengorbanan besar. Membiarkannya luntur di tengah amarah publik yang nyata dan sahih akan berarti pengingkaran terhadap warisan Reformasi.

Sesungguhnya kekuatan demokrasi terletak pada kemampuannya menyerap bukan menyingkirkan kegaduhan publik. Pemimpin otoriter mengukur kuasa dari kepatuhan. Pemimpin demokratis membuktikannya dengan memberi ruang pada perbedaan. Aksi jalanan rapat akbar duduk bertahan semua itu bukan tanda kelemahan melainkan denyut masyarakat yang hidup. Negara yang takut pada rakyat kehilangan legitimasi sementara negara yang mau mendengar bahkan dalam teriakan justru menguatkannya.

Bagi Presiden Prabowo ini bukan hanya ujian kepemimpinan melainkan juga ujian identitas. Bayangan masa lalunya sebagai militer masih melekat. Para pengkritik khawatir ia memerintah seperti jenderal para pendukung berharap ia tumbuh sebagai negarawan. Masa pemerintahannya memang masih awal tetapi naluri awal penting untuk dibaca. Pemimpin yang hari ini bersandar pada ketegasan koersif esok bisa jadi sulit beralih ke pendekatan dialog.

Sidang Kabinet Paripurna mungkin akan segera hilang dari halaman depan. Jalan-jalan akan dibersihkan pecahan kaca disapu barikade dibongkar. Namun maknanya tetap ada. Ia memberi kesan bahwa naluri pertama negara ialah mendisiplinkan sebelum memahami memerintah sebelum mendengar. Pola ini tidak asing bagi rakyat Indonesia sebab mereka pernah mengalaminya berpuluh tahun. Pertanyaannya kini apakah pola itu akan diulang kembali atau justru dicegah kali ini. Cara negara menandai peristiwa hari ini akan menentukan apakah ia menjadi ingatan yang menyembuhkan atau luka yang menetap.

Sejarah mungkin tidak akan mencatat berapa banyak ban terbakar pada Agustus 2025. Tetapi ia akan mengingat seorang anak muda yang wafat di bawah kendaraan lapis baja dan bahwa respons awal negara bukanlah empati melainkan pengerahan para jenderal. Itulah pilihan yang diambil Presiden Prabowo dan itu pula yang kelak akan menjadi tolok ukur kepemimpinannya. Namun harapan tetap terbuka sebab demokrasi Indonesia akan tetap bernyawa apabila negara berani memilih untuk mendengar bukan semata mendisiplinkan.

Virdika Rizky Utama, Direktur Eksekutif PARA Syndicate

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Almarhum Ciputra Dinilai Sebagai Maestro Properti Indonesia

Kisah Sukses Pengusaha Indonesia: Dari Nol Hingga Menjadi Miliuner. Mulai Ciputra Hingga William Tanuwijaya

September 18, 2023
Apa itu Netiket ?

Dampak Tidak Beretika di Media Digital

July 28, 2021
Manfaat Teknologi Digital bagi Anak

Manfaat Teknologi Digital bagi Anak

August 27, 2021
Bangun Masyarakat Digital yang Beradab

Perubahan Perilaku Masyarakat Era Digital

October 31, 2021
Alumni Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika Ajak Hentikan Kekerasan dan Tolak Militerisasi Ruang Sipil

Alumni Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika Ajak Hentikan Kekerasan dan Tolak Militerisasi Ruang Sipil

0
Awal Pekan Rupiah Bergerak Menguat

Awal Pekan Rupiah Bergerak Menguat

0
Tiket Mahal, Pertamina Sesuaikan Harga Avtur

Tiket Mahal, Pertamina Sesuaikan Harga Avtur

0
Presiden Jokowi Optimis Sektor Pariwisata bisa Jadi Penyumbang Devisa Terbesar

Presiden Jokowi Optimis Sektor Pariwisata bisa Jadi Penyumbang Devisa Terbesar

0
Alumni Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika Ajak Hentikan Kekerasan dan Tolak Militerisasi Ruang Sipil

Alumni Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika Ajak Hentikan Kekerasan dan Tolak Militerisasi Ruang Sipil

September 2, 2025
Barracuda dan Republik

Barracuda dan Republik

September 2, 2025
Relaksasi Kredit Nasabah  Astra Financial  Mencapai Rp 21,9 Triliun

FIF Siap Terbitkan Obligasi Rp2,5 Triliun untuk Perkuat Modal Kerja

August 28, 2025
Ini 4 Alasan Generasi Milenial Perlu Proteksi dari Risiko Keuangan

Sun Life Luncurkan Asuransi Jiwa Hingga Usia 100 Tahun, Fokus pada Warisan Terencana

August 28, 2025

Recent News

Alumni Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika Ajak Hentikan Kekerasan dan Tolak Militerisasi Ruang Sipil

Alumni Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika Ajak Hentikan Kekerasan dan Tolak Militerisasi Ruang Sipil

September 2, 2025
Barracuda dan Republik

Barracuda dan Republik

September 2, 2025

Categories

  • Agrobisnis
  • Asuransi
  • Bisnis
  • CEO
  • CSR
  • Foto
  • Investasi
  • lifestyle
  • Migas
  • News
  • Opini
  • otomotif
  • Perbankan
  • persona
  • Rubrik
  • teknologi
  • tips
  • Tokoh
  • Uncategorized
  • Wawancara
  • Wirausaha

Site Navigation

  • Tentang Kami
  • Home
  • Advertisement
  • Contact Us
  • Privacy & Policy
  • Tokoh
  • Wawancara
  • Asuransi
Info Bisnis id

Referensi utama seputar bisnis terkini

© 2019 infobisnis.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Investasi
  • News
  • Wirausaha
  • Perbankan
  • Teknologi
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Tips
  • Persona
    • Tokoh
    • Opini
    • Wawancara
  • Foto
  • Asuransi

© 2019 infobisnis.id

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In