Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2026 yang merupakan program flagship Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Forwaparekraf) kembali digelar di Artotel Harmoni Gajah Mada Jakarta, pada Rabu, 29 Oktober 2025.
Mengusung tema Navigasi Menuju Pariwisata yang Lestari, Berdaya, dan Menguntungkan, acara dibuka oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana.
Dalam keynote speech, Menpar menyampaikan bahwa dunia pariwisata global saat ini mengalami pergeseran tren yang cukup signifikan. Salah satunya perubahan pola pemilihan destinasi.
Terkait pola sumber wisatawan, Widi mengungkapkan jika sebelumnya pasar didominasi oleh wisatawan asal Amerika Utara, Eropa Barat, dan Asia Timur, kini proporsinya semakin beragam. “Negara-negara dari Amerika Selatan, Asia Selatan, dan Timur Tengah diperkirakan akan masuk ke dalam 15 besar pasar outbound pada tahun 2040,” ucap Widi dalam acara yang digagas Forwaparekraf.
Sementara dari sisi perubahan pola pemilihan destinasi, Menpar mengungkapkan bahwa destinasi wisata yang sebelumnya bukan top of mind atau sekadar detour, kini justru semakin diminati. Itu karena wisatawan mencari pengalaman baru di destinasi yang unik.
“Perjalanan intraregional juga akan semakin diminati. Di Asia Tenggara, diperkirakan akan meningkat dari 24 persen pada 2023 menjadi 30 persen pada 2030,” sebutnya.
Dukungan Investasi
Dengan perubahan tren tersebut, Indonesia berpeluang untuk mendapatkan manfaat lewat beragam strategi, termasuk mengemas ulang dan memperkaya produk wisata, menggabungkan destinasi populer dengan destinasi niche di sekitarnya, dan menciptakan paket wisata yang lebih otentik.
“Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman. Destinasi berdekatan pun menawarkan pesona berbeda, mulai dari alam, budaya, dan kuliner. Misalnya, wisatwan ke Bali dapat menikmati pantai dan resort, sekaligus melanjutkan ke Banyuwangi untuk merasakan sisi lain di Pulau Jawa,” ujarnya.
Untuk hasil yang optimal, pelaksanaannya memerlukan investasi. Deputi Bidang Industri dan Investasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Rizki Handayani menyatakan ada dua jenis investasi yang dibutuhkan, yakni investasi bersifat fisik dan investasi sumber daya manusia. Dari segi investasi fisik, ia menekankan pentingnya menyeimbangkan supply dan demand yang jelas sehingga investor tertarik menanam modal.
“Oleh BKPM, kami itu ditarget sampai tahun 2029 itu ada sekitar Rp350 triliun investasi di sektor pariwisata, di mana setiap tahun sekitar Rp70 triliunan. Ini angka yang tidak sedikit. Dan kemudian dari angkat tersebut, lebih dari 50 persen ditargetkannya di 10 DPP (Destinasi Pariwisata Prioritas),” kata Kiki.
Dukungan Para Pelaku Industri
SVP Corporate Secretary Injourney Yudhistira Setiawan menyatakan bahwa Indonesia memiliki aset pariwisata terbesar di Asia Tenggara, tetapi kunjungan wisatawannya termasuk rendah. Capaiannya masih di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam saat ini. Situasi itu menantang Indonesia dalam menarik investasi lebih besar.
“Untuk bisa mendapatkan investasi dan juga mengembangkan area, kita perlu tahu dulu positioning dari masing-masing destinasi seperti apa. Karena sangat disayangkan apabila kita sudah memiliki aset pariwisata yang sudah sedemikian banyak, besar, dan potensial, tetai kunjungan wisatawanya masih sangat minim,” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya mengedepankan lima pilar untuk mengatasi tantangan, meliputi atraksi dan program; pengembangan destinasi; konektivitas; penyiapan infrastruktur dan amenitas; pariwisata berkelanjutan; serta people and hospitality. Saat ini, InJourney berfokus pada pengembangan wisata di lima destinasi pariwisata super prioritas (DPSP), yakni Borobudur, Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Likupang.
Sementara, Eduard Rudolf Pangkerego, Chief Operating Officer, Artotel Group, menekankan tentang penerapan praktik berkelanjutan di bisnis perhotelan yang dikelolanya. Hal itu merupakan wujud pertanggungjawaban terkait dampak bisnis yang ditimbulkan. Di samping, tren pariwisata berkelanjutan juga semakin meningkat belakangan ini.
“Sekarang di bursa efek, kita harus keluarkan ESG Report yang benar. Kami menyentuh green investment, aktivitas-aktivitas yang lebih hijau. Tidak hanya di green, tapi juga blue economy. Untuk itu, kami meluncurkan program The Art of Goodness. Selain semata-mata profit, kita juga bertanggung jawab terhadap people dan planet,” katanya.
Tren Pariwisata di Asia Pasifik
Vivin Harsanto, Executive Director, Head of Growth & Head of Strategic Consulting, JLL Indonesia menyoroti tentang tren pariwisata yang berkembang di Asia Pasifik. Berdasarkan hasil survei dengan 1000 responden Gen Z dan milenial, disimpulkan bahwa mereka meminati aktivitas yang berkaitan dengan alam, seperti kemping, trekking, dan diving.
Muncul pula minat wisata budaya dan heritage yang autentik. Di samping itu, wellness dan spa juga diminati sebagai daya tarik wisata. Berikutnya adalah wisata belanja dan disusul dengan wisata kuliner. “Mungkin kalau di Jakarta dibuat satu walking tour gastronomi Betawi, keliling mulai dari Petak Sembilan sampai Monas, misalnya,” katanya.
Hanya saja, pengembangannya menghadapi tantangan. Utamanya adalah konektivitas. Calon wisatawan semakin memperhitungkan biaya perjalanan dengan membandingkan pengalaman yang bisa diperoleh dari destinasi-destinasi berbeda. “Itu sebetulnya menjadi comparison our tourism against Southeast Asia atau Asia Pasifik,” kata Vivin.
Tantangan lain yang muncul adalah akses internet yang belum merata, terutama di daerah-daerah terpencil. Juga, ketergantungan pada uang tunai, khususnya jika berwisata ke daerah terpencil yang belum familiar dengan QRIS atau pembayaran digital lainnya.
Studi juga menemukan bahwa keterbatasan hiburan juga menjadi tantangan yang harus diatasi berikutnya. Selain, kualitas akomodasi yang perlu ditingkatkan, baik secara fisik maupun keterampilan para pekerja di bidang hospitality.
Melalui ITO 2026, Forwaparekraf menegaskan bahwa keberlanjutan bukan sekadar wacana, melainkan arah baru bagi industri pariwisata Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tetap menjadi tujuan, tetapi harus berjalan seiring dengan tanggung jawab sosial dan kelestarian lingkungan.
Acara ini terselenggara atas dukungan Kementerian Pariwisata, Artotel Group, Artotel Harmoni Jakarta, Indofood, Kokola, Tekko, dan InJourney Hospitality. Sinergi lintas sektor inilah yang diharapkan dapat menjadi fondasi bagi ekosistem pariwisata Indonesia yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan ke depan.












