Pandemi Covid 19 membuat manusia kesulitan mengekspreasikan kehidupan sosial. Namun segala kebutuhan terjawab dengan solusi teknologi digital.
“Akhirnya kita menyadari temuan terbaik peradaban kita adalah temuan internet. Bahkan anak muda sekarang melihat teknologi sama seperti binatang atau tumbuhan, hal biasa yang hidup berdampingan. Kita malah yang suka terkaget-kaget ketika muncul hal baru,” ujar Romzi Ahmad, Wakil Ketua Umum Siberkreasi, Asisten Stafsus Presiden RI, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/6/2021).
Bahkan Romzi mengibaratkan teknologi digital seperti kehidupan yang mutasi genetikanya selalu berkembang. Namun ketika berada di ruang digital kebanyakan orang termakan kebiasaan atau budaya yang terlalu seragam. Akhirnya manusia tumbuh dengan budaya sama, makanan dan fesyen yang sama, tempat yang sama dan cara mengekpresikan bahasa yang sama. Hal ini yang patut dihindari karenanya isu-isu lain harus diangkat agar terjadi keberagaman.
“Kita juga harus memastikan isu lokal juga harus kita rawat. Jangan sampai terkuruang dalam satu echo chamber yang itu-itu saja karena tidak mau terbuka pada hal yang di luar apa yang dia percaya,” jelas Romzi.
Contohnya, ketika kita seorang idola dari artis tertentu. Maka algoritma digital kita akan menangkap saat kita browsing tentang dirinya, mencari tagar tentangnya di Instagram atau mencari di Facebook dan lainnya. Maka secara otomatis, echo chamber kita akan dihubungkan dengan orang-orang atau hal yang sama.
Berulang-ulang membicarakan hal yang sama. Masalahnya biasanya mereka akan menganggap chamber lain adalah musuh. Jadi seperti terjebak dalam satu gelembung kesukaan sendiri saja. Yang harus diantisipasi adalah ketika akhirnya jadi fanatik akan satu hal dan yang lain dianggap tidak benar. Maka akan menimbulkan perselisihan.
Di mana ada kerumunan maka pasti ada sumber daya. Berkumpul bisa sama-sama mengelola sesuatu. Teknologi digital mempengaruhi hampir semua susunan kehidupan meliputi komunitas, education, enviroment, civic engagement, health, lidre satisfaction, safety, work life balance, housing, dan penghasilan. Petisi-petisi, donasi (crowd founding) semua kehidupan sehari-hari bisa berjalan di digital apalagi jika bersama-sama.
“Dari semua aspek, siapa yang bisa menyesuaikannya dengan ruang digital yang baru maka akan bertahan. Ini evolusi yang sangat cepat bahkan lebih cepat dari mutasi genetik. Maka kita harus banyak literasi agar tidak ketinggalan,” tutup Romzi.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/6/2021) ini juga menghadirkan pembicara Dwi Wahyudi (Relawan TIK Indonesia), Ari B Wibowo (Kepala Bidang Kemitraan Siberkreasi), Vhie Saliendra (Content Creator Bandungtanpakamu), dan Key Opinion Leader Rio Silaen (Founder Voice of Indonesia).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.