Pandemi ini memaksa kita untuk beradaptasi dengan teknologi. Nurrul Baety Tsani, Relawan TIK Jawa Barat membeberkan fakta bahwa adaptasi masyarakat terhadap teknologi di masa pandemi ternyata cukup cepat. Perubahan ini menghasilkan lonjakan pengguna internet dan media sosial di Indonesia.
“Masyarakat Indonesia hampir semuanya menggunakan internet. Lonjakan ini sekaligus meningkatkan risiko keamanan atau ancaman digital, termasuk hoaks,” ujarnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (9/8/2021) siang.
Hoaks ini sebenarnya bukan hal baru. Sejak zaman masih menggunakan SMS sudah banyak hoaks disebarkan. Akan tetapi, hoaks dahulu tidak secepat sekarang menyebarnya. Hoaks di zaman ini menyebar dengan cepat dan mudah dijangkau siapapun.
Nurrul memaparkan, dalam hoaks terdapat tipe gangguan informasi. Di antaranya, misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Pertama, misinformasi di mana hoaks dibuat tanpa tujuan tertentu. Kedua, disinformasi yakni hoaks yang sengaja dibuat dan dimanipulasi sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Ketiga, malinformasi yakni berita benar yang digunakan untuk menimbulkan kekacauan. Misinformasi dan disinformasi memiliki tipe lagi, yakni satire, konten yang menggiring opini, konten palsu, konten manipulasi, dan konten tidak sesuai.
Media sosial menjadi saluran penyebar disinformasi terbanyak. Data menunjukkan di media sosial 92,40 persen. Kemenkominfo juga merilis data terdapat 1.842 hoaks lokal sejak Oktober 2020 hingga awal Agustus 2021 dan hoaks yang disebarkan berkaitan dengan vaksin Covid-19. Akibatnya, banyak penyandang disabilitas di Sleman enggan untuk divaksin. Kasus lainnya yakni seorang bapak meninggal akibat tidak mau ke rumah sakit akibat takut di covidkan, ini disebabkan hoaks yang dibacanya beberapa waktu lalu.
“Sebegitu dahsyatnya dampak dan pengaruh hoaks hingga menghilangkan nyawa seseorang,” jelas Nurrul.
Banyak orang percaya dan mudah dipengaruhi hoaks karena beberapa hal, yaitu omongan orang lain, tidak mencari sumber lain, bangga menjadi orang pertama yang menyebarkan hoaks, malas membaca, dan hoaks pas dengan perasaan atau keyakinan kita sehingga jadi mudah percaya. Untuk itu, Nurrul mengungkapkan, kita harus selalu cek, berpikir kritis, dan mencari klarifikasi terkait informasi yang kita dapatkan. Kita dapat mengecek informasi serupa di mesin pencarian.
“Ketika kita menemukan informasi hoaks. Kita harus berpegang teguh pada pedoman saring sebelum sharing. Ini juga sebagai mindset kita,” ungkap anggota Relawan TIK.
Nurrul juga mengatakan untuk tidak berbangga hati jika menyebarkan informasi pertama kalinya tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu. Tanyakan pada orang yang lebih paham. Jika informasi tidak benar, maka segera hapus atau dilaporkan kepada wadah pelaporan hoaks. Diantaranya, aduankonten, polisisiber,
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (9/8/2021) siang, juga menghadirkan pembicara, Diana Balienda (Pengusaha – Digital Trainer), Asep Kambali (Sejarawan/Founder Komunitas Historis Indonesia), Mataharitimoer (Digital Literacy Officer ICT Watch), dan Kevin Joshua sebagai Key Opinion Leader.