PT Astra International Tbk (ASII) mencatatkan pendapatan bersih konsolidasian grup pada sembilan bulan pertama tahun 2022 sebesar Rp 221,4 triliun, meningkat 32% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Laba bersih Grup, tanpa memperhitungkan keuntungan nilai wajar atas investasi pada GoTo,
mencapai Rp22,2 triliun, 49% lebih tinggi dari sembilan bulan pertama tahun 2021. Jika
memperhitungkan keuntungan nilai wajar tersebut, laba bersih Grup meningkat sebesar 56%
menjadi Rp23,3 triliun. Peningkatan ini mencerminkan kinerja yang lebih baik dari hampir
semua divisi bisnis, terutama divisi alat berat dan pertambangan, otomotif dan jasa keuangan
Grup.
“Kinerja Grup sepanjang sembilan bulan pertama 2022 cukup baik, terutama didukung pemulihan ekonomi dan harga komoditas yang lebih tinggi,” jelas Djony Bunarto Tjondro, Presiden Direktur PT Astra International Tbk dalam siaran pers yang diterima infobisnis, Senin (31/10/2022).
Nilai aset bersih per saham pada 30 September 2022 sebesar Rp4.674, 10% lebih tinggi
dibandingkan pada 31 Desember 2021.
Kas bersih, tidak termasuk anak perusahaan jasa keuangan Grup, mencapai Rp37,1 triliun
pada 30 September 2022, dibandingkan dengan Rp30,7 triliun pada akhir tahun 2021. Utang
bersih anak perusahaan jasa keuangan Grup mencapai Rp41,5 triliun pada 30 September
2022 dibandingkan dengan Rp39,2 triliun pada akhir tahun 2021.
Jika memperhitungkan keuntungan nilai wajar tersebut, laba bersih Grup ASII meningkat sebesar 56% menjadi Rp 23,3 triliun. Peningkatan ini mencerminkan kinerja yang lebih baik dari hampir semua divisi bisnis, terutama divisi alat berat dan pertambangan, otomotif, dan jasa keuangan grup.
Lebih rincinya, laba bersih divisi otomotif meningkat 23 persen menjadi Rp 6,8 triliun, mencerminkan volume penjualan yang lebih tinggi.
Laba bersih Grup pada sembilan bulan pertama tahun 2022 lebih tinggi 56 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Laba dari divisi otomotif Rp 6,790 miliar di 2022 untuk periode yang berakhir 30 September 2022. Sementara perolehan pada 2021 adalah Rp 5,515 miliar atau terjadi kenaikan 23 persen.
Dalam laporan untuk sektor otomotif, Grup Astra menyatakan bahwa penjualan mobil nasional meningkat 21 persen menjadi 758.000 unit pada sembilan bulan pertama tahun 2022. Berdasarkan sumber Gaikindo ata Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia.
Penjualan mobil Astra meningkat 20 persen menjadi 413.000 unit, dengan pangsa pasar yang stabil sebesar 55 persen. Ada 27 model baru dan 21 model revamped roda empat telah diluncurkan sepanjang periode tadi.
Sementara penjualan sepeda motor secara nasional menurun 4 persen menjadi 3,6 juta unit pada sembilan bulan pertama 2022, berdasarkan sumber Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
PT Astra Honda Motor mengalami gangguan sementara atas pasokan chip semikonduktor, mencatat penurunan penjualan 8 persen menjadi 2,7 juta unit.
Sementara itu, bisnis komponen otomotif Grup dengan kepemilikan 80 persen, PT Astra Otoparts Tbk, mencatatkan laba bersih sebesar Rp 832 miliar, meningkat 86 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Terutama disebabkan oleh peningkatan pendapatan dari segmen pabrikan (original equipment manufacturer) dan pasar suku cadang pengganti atau replacement market.
Laba bersih divisi jasa keuangan Grup meningkat 30% menjadi Rp4,4 triliun selama sembilan bulan pertama 2022, disebabkan oleh peningkatan kontribusi dari bisnis pembiayaan konsumen.
Laba bersih divisi alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi Grup meningkat 105% menjadi Rp9,5 triliun, terutama disebabkan peningkatan kontribusi dari penjualan alat berat, kontraktor penambangan dan pertambangan batu bara, yang seluruhnya diuntungkan oleh harga komoditas yang lebih tinggi.
Laba bersih divisi agribisnis Grup menurun 17% menjadi Rp969 miliar, terutama disebabkan produksi minyak kelapa sawit yang lebih rendah.
Kinerja Grup sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2022 cukup baik, terutama didukung
oleh pemulihan ekonomi dan harga komoditas yang lebih tinggi. Kinerja bisnis pada sisa tahun
ini diperkirakan akan tetap baik. “ Namun, prospek bisnis ke depan dapat menghadapi
tantangan yang disebabkan oleh tingkat inflasi yang lebih tinggi, meningkatnya suku bunga
dan tekanan ekonomi makro global,” kata Djony.