Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah, menembus angka Rp 16.300 per dolar AS. Pelemahan ini dipicu oleh kebijakan ekonomi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengganggu stabilitas pasar global. Hingga 28 Februari 2025, rupiah tercatat berada di level Rp 16.340 per dolar AS, melemah dibandingkan posisi akhir 2024 yang masih di Rp 16.162.
Dalam periode year to date (ytd), rupiah telah turun ke level Rp 16.309 per dolar AS, jauh melampaui asumsi makro APBN 2025 yang menetapkan target Rp 16.000. Artinya, tekanan terhadap rupiah semakin besar, seiring ketidakpastian global yang terus meningkat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti bahwa sejak Trump kembali menjabat pada 20 Januari 2025, serangkaian kebijakan eksekutifnya menimbulkan efek domino di pasar keuangan dunia.
“Begitu banyak kebijakan executive order Presiden Trump yang terus menimbulkan gejolak. Efeknya terasa di seluruh dunia dan tercermin dalam pergerakan kurs rupiah,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Februari 2025, Kamis (13/3/2025).
Bukan hanya rupiah yang terpukul, nilai tukar berbagai mata uang negara berkembang juga mengalami tekanan akibat langkah-langkah ekonomi yang diambil oleh pemerintahan Trump.
Selain kurs rupiah, pasar obligasi Indonesia juga terkena dampak. Yield surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun tercatat sebesar 6,88 persen pada akhir Februari 2025, naik dari posisi 6,7 persen di akhir 2024. Secara ytd, yield SBN sudah mencapai 6,98 persen, mengindikasikan investor masih mencari kepastian di tengah situasi global yang tidak menentu.
Kenaikan yield ini mengindikasikan bahwa investor meminta imbal hasil lebih tinggi sebagai kompensasi atas meningkatnya risiko investasi di Indonesia akibat ketidakstabilan global.
Gejolak di pasar keuangan tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain. Sri Mulyani menyebut bahwa reaksi dari negara-negara besar seperti Kanada, Uni Eropa, China, dan Meksiko terhadap kebijakan Trump telah menciptakan dinamika yang kompleks di pasar keuangan global.
“Interaksi antarnegara besar ini menciptakan efek domino terhadap nilai tukar dan yield di berbagai negara,” tambahnya.
Menghadapi kondisi ekonomi yang bergejolak, Sri Mulyani mengakui bahwa Januari dan Februari 2025 adalah periode yang penuh tantangan bagi Indonesia.
“Ini bukan kondisi yang biasa. Situasi saat ini memerlukan kebijakan yang adaptif agar ekonomi Indonesia tetap stabil,” tegasnya.
Saat ini, pemerintah terus memantau pergerakan pasar dan berusaha menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui berbagai kebijakan moneter dan fiskal. Namun, dengan ketidakpastian global yang masih tinggi, pasar keuangan Indonesia harus bersiap menghadapi volatilitas yang mungkin berlanjut dalam beberapa bulan ke depan.