Setelah memperoleh izin relaksasi ekspor konsentrat tembaga dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT Freeport Indonesia (PTFI) telah melakukan revisi terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) mereka. Revisi tersebut telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) ESDM, Tri Winarno.
Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, mengungkapkan bahwa setelah revisi RKAB disetujui, pihaknya kini menunggu surat rekomendasi ekspor dari Kementerian ESDM. Setelah dokumen tersebut diterbitkan, Freeport akan menyerahkannya ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengajukan daftar komoditas yang dapat diekspor.
“Revisi sudah dilakukan, sudah disetujui juga oleh Direktur Jenderal Minerba. Dan persetujuan rekomendasi ekspor masih dalam permohonan, tapi sudah diajukan ke kementerian ESDM,” ungkap Tony dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, Kamis (13/03).
Proses ini merupakan langkah lanjutan setelah insiden kebakaran di Smelter Manyar, Gresik, yang terjadi pada 14 Oktober 2024. Peristiwa tersebut, yang dikategorikan sebagai force majeure, menghambat proses pemurnian konsentrat tembaga di dalam negeri. Akibat kondisi ini, Freeport mengajukan permohonan untuk tetap dapat mengekspor konsentrat hingga pertengahan 2025, permintaan yang akhirnya dikabulkan oleh Kementerian ESDM.
Sebagai dasar hukum relaksasi ini, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No. 6/2025, yang merupakan revisi dari regulasi sebelumnya terkait penyelesaian pembangunan fasilitas pemurnian mineral dalam negeri. Dengan aturan baru ini, Freeport mendapatkan kuota ekspor sekitar 1 juta ton konsentrat tembaga hingga Juni 2025.
Bahlil menegaskan bahwa izin ekspor diberikan dalam jangka waktu enam bulan sejak diterbitkan dan akan dievaluasi setiap tiga bulan. Pemerintah ingin memastikan bahwa pembangunan smelter tetap berjalan sesuai rencana, mengingat keberlanjutan industri pemurnian dalam negeri menjadi prioritas utama.
Freeport berharap proses administrasi yang tersisa dapat segera rampung agar mereka dapat kembali melakukan ekspor tanpa kendala. Dengan adanya kelonggaran ini, diharapkan produksi dan distribusi konsentrat tembaga dari Indonesia dapat tetap berjalan optimal meskipun ada hambatan teknis di fasilitas pemurnian domestik.












