Tesla, yang dulu dianggap sebagai ikon revolusi kendaraan listrik global, kini menghadapi gejolak besar yang mengguncang perusahaan. Sahamnya anjlok drastis, investor mulai meragukan masa depan perusahaan, dan aksi boikot terhadap produk Tesla semakin meluas.
Mengutip laporan International Business Times, Rabu (19/3/2025), kejatuhan Tesla dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kontroversi politik yang melibatkan CEO Elon Musk. Keterlibatan Musk dalam Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), yang dianggap sebagian pihak sebagai langkah kontroversial, telah memicu protes di seluruh Amerika Serikat.
Dalam perdagangan Senin (17/3/2025), saham Tesla merosot hingga 14% dalam sehari, memperpanjang tren penurunan tajamnya menjadi 37% sejak 19 Februari 2025. Angka ini menjadikan Tesla sebagai salah satu perusahaan dengan performa saham terburuk dalam beberapa bulan terakhir, sejajar dengan perusahaan teknologi besar lain seperti Apple, Alphabet, dan Meta yang juga mengalami tekanan pasar.
Analis pasar memperingatkan bahwa tren negatif ini belum tentu berakhir dalam waktu dekat. Faktor seperti kenaikan suku bunga, ketidakpastian ekonomi global, serta gangguan rantai pasokan membuat Tesla semakin sulit untuk bangkit dari keterpurukan. “Investor mulai mempertanyakan daya tahan Tesla di tengah persaingan industri EV yang semakin ketat, terutama dengan kehadiran merek-merek besar dari China dan Eropa yang menawarkan produk dengan harga lebih kompetitif,” ujar analis ekonomi dari Wall Street, Selasa (18/3/2025).
Boikot Tesla Meluas di AS
Selain tekanan dari investor, Tesla juga menghadapi ancaman lain yang lebih berbahaya—boikot massal oleh konsumen. Gelombang boikot ini bermula dari ketidakpuasan publik terhadap keputusan-keputusan Musk yang dianggap terlalu politis. Sejumlah organisasi konsumen menyerukan aksi boikot terhadap produk Tesla, menyebabkan penurunan signifikan dalam permintaan kendaraan listrik mereka.
Di berbagai kota besar seperti New York, Los Angeles, dan Chicago, kelompok aktivis bahkan menggelar demonstrasi di depan showroom Tesla, mendesak konsumen untuk beralih ke merek lain. Fenomena ini memperparah situasi Tesla yang sudah rapuh akibat ketidakpastian ekonomi dan persaingan pasar yang semakin sengit.
Bukan hanya pelanggan individu, beberapa perusahaan besar juga mulai mempertimbangkan kembali penggunaan armada Tesla dalam operasional mereka. Beberapa perusahaan transportasi dan rental mobil di AS dilaporkan mulai mengurangi pesanan kendaraan Tesla, mengalihkan perhatian mereka ke alternatif lain seperti Rivian, Ford, dan Hyundai.
Persaingan Ketat dan Masa Depan Tesla
Di tengah keterpurukan ini, Tesla juga harus menghadapi tekanan dari kompetitor yang semakin agresif dalam merebut pangsa pasar kendaraan listrik. Produsen EV asal China seperti BYD terus melesat dengan penjualan yang meningkat pesat, sementara pabrikan Amerika seperti General Motors dan Ford mulai menawarkan model EV yang lebih murah dengan teknologi yang bersaing.
Para analis menilai bahwa untuk bisa keluar dari situasi sulit ini, Tesla perlu melakukan langkah drastis, seperti menyesuaikan strategi harga, memperbaiki hubungan dengan pelanggan, dan mengurangi ketergantungan terhadap citra Musk yang kontroversial.