Setelah Pertamina menghadirkan bahan bakar pesawat ramah lingkungan berbasis minyak jelantah, kini giliran PT PLN (Persero) memberi “kado” untuk Indonesia dengan mengoperasikan co-firing Bio Compressed Natural Gas (BioCNG) berbahan limbah sawit di Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Belawan, Sumatera Utara.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyebut langkah ini sebagai terobosan penting dalam pengembangan energi baru terbarukan. “Saya sangat mengapresiasi co-firing BioCNG pertama di Indonesia ini. Inovasi ini menambah bauran energi terbarukan, khususnya di Sumatera Utara,” ujarnya.
Pemanfaatan BioCNG di PLTGU Belawan menjadi tonggak diversifikasi energi ramah lingkungan dan sejalan dengan target PLN menuju Net Zero Emissions (NZE) 2060 atau lebih cepat. BioCNG tersebut diproduksi dari pengolahan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME), yang potensinya sangat besar mengingat Indonesia merupakan produsen sawit terbesar dunia.
Kementerian ESDM mendukung pengembangan BioCNG melalui penerbitan SNI 9164 Biometana untuk bahan bakar, perizinan usaha KBLI 35203, serta kerja sama dengan mitra strategis untuk studi kelayakan, kajian ekonomi, tata niaga, hingga pembangunan pabrik BioCNG. Langkah ini memperkuat ekosistem energi terbarukan nasional.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan bahwa pemanfaatan energi lokal ini tidak hanya menghadirkan listrik ramah lingkungan, tetapi juga memberikan dampak ekonomi. “Kami memperkuat kedaulatan energi, menggerakkan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, sekaligus membantu pengentasan kemiskinan,” katanya.
Selain mengurangi ketergantungan pada energi fosil, BioCNG diharapkan membuka peluang usaha baru bagi petani dan industri pengolahan lokal, sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan di wilayah perkebunan. Dampaknya, masyarakat sekitar dapat merasakan manfaat langsung dari transisi energi bersih.
Pemerintah juga mempercepat penyediaan listrik di wilayah timur Indonesia, khususnya pedesaan. Sekjen Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menekankan pentingnya percepatan akses listrik bersih. “Wilayah timur adalah last mile yang harus didorong lebih dulu. Anggaran dan percepatannya sedang disiapkan,” jelasnya.
Dalam RUPTL 2025–2034, akan dibangun 49 ribu kilometer sirkuit transmisi baru untuk menyalurkan listrik bersih dari sumber EBT ke pusat permintaan. Dadan menegaskan, “Ini menjadi enabler ketahanan energi. Setelah akses tercipta secara adil, barulah keberlanjutan energi kita dorong,” katanya.