Jakarta, – Energi bersih dari Jawa Barat menunjukkan arah baru bagi masa depan energi Indonesia. Dengan pendekatan ilmiah, pengawasan lintas kementerian, dan perencanaan konservasi yang terukur, pengembangan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) berhasil menggabungkan dua kepentingan penting: memenuhi kebutuhan energi sekaligus melindungi alam.
Inilah bukti bahwa energi terbarukan bisa dikembangkan tanpa menekan ruang ekologis, dan bahkan berjalan seiring dengan kepentingan lingkungan serta kebutuhan masyarakat.
Indonesia menyimpan sekitar 40-50 persen cadangan geothermal dunia, menjadikannya salah satu negara dengan potensi panas bumi terbesar. Bila dikelola optimal, kapasitas energi panas bumi nasional diperkirakan dapat mencapai 23.000-24.000 megawatt, setara kebutuhan listrik Pulau Jawa. Geothermal juga merupakan energi hijau ramah lingkungan, berkelanjutan, dan minim polusi.
Selain menghasilkan listrik, pemanfaatan panas bumi juga dinilai mampu membangun ekosistem ekonomi baru di daerah, mulai dari pertanian, pariwisata, hingga sektor usaha mikro.
Jawa Barat berada di pusat kebutuhan energi Indonesia. Sebagai provinsi dengan populasi terbesar dan aktivitas industri yang tinggi, pemerataan energi bersih menjadi syarat penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup jutaan warganya.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, pengembangan energi panas bumi terus didorong, termasuk melalui penetapan sejumlah proyek sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk memperkuat ketahanan energi dan mempercepat transisi menuju sumber energi rendah emisi.
Panas bumi memainkan peran vital karena berbeda dari energi terbarukan lainnya: ia stabil, mampu beroperasi 24 jam, memiliki emisi karbon sangat rendah, dan ketersediaannya yang sangat besar di Jawa Barat.
Namun, yang jarang dipahami adalah bagaimana pengembangan PLTP di daerah ini dilakukan dengan cara yang sangat hati-hati dan bertanggung jawab, terutama ketika potensi panas bumi berada di sekitar kawasan hutan atau ruang konservasi.
Di tengah meningkatnya kebutuhan energi dan komitmen Indonesia menurunkan tingkat emisi dengan target net zero emission (NZE) di 2060, percepatan PSN geothermal di Jawa Barat bukan hanya menghadirkan listrik, tetapi masa depan energi yang lebih bersih, lebih adil, kuat, dan berkelanjutan—sambil memastikan bahwa taman nasional, hutan, dan ekosistem mempunyai nilai yang tinggi dan tetap terlindungi.
Menjaga Transisi Energi Tetap Berkelanjutan
Dalam konteks tersebut, pengembangan energi panas bumi di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dilakukan dengan mengacu pada kajian ilmiah berlapis, perizinan yang ketat, serta pemanfaatan ruang yang telah lama digunakan masyarakat. Sejak tahun 2022, tahapan awal telah berjalan mulai dari survei geofisika, geologi dan geokimia serta pembukaan akses jalan, hingga verifikasi penggunaan lahan pada zona pemanfaatan.
Proyek ini berada dalam Wilayah Kerja Panas Bumi di Cipanas berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 2778 K/30/MEM/2014.
Balai Besar TNGGP menjelaskan bahwa area eksplorasi yang digunakan sangat terbatas, sekitar 0,02 persen dari total luas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), dan tidak melibatkan pembukaan hutan primer maupun ruang ekologis penting.
“Yang digunakan adalah lahan eksisting, bukan kawasan hutan di zona inti. Prinsip konservasi tetap menjadi dasar, dan masyarakat justru dilibatkan sebagai mitra,” ujar Kepala Balai Besar TNGGP, Ir. Arief Mahmud, M.Si.
Dari sisi teknis, kegiatan yang dilakukan juga mengikuti standar keselamatan dan keamanan internasional melalui desain sumur berlapis casing, sistem blowout preventer (BOP), pemantauan hidrologi, serta kajian geoteknik untuk memastikan kestabilan ruang bawah permukaan.
“Setiap tahapan harus melalui evaluasi risiko dan memenuhi standar konservasi,” kata Subkoordinator Penyiapan dan Evaluasi EBTKE, Andi Susmanto, S.T., M.Si.
Proyek panas bumi juga menjadi bagian penting dalam strategi transisi energi nasional.
Staf Khusus Menteri ESDM, Pradana Indraputra, menyatakan bahwa langkah ini mencerminkan komitmen pemerintah terhadap masa depan energi rendah karbon.
Pradana menegaskan, pengembangan geothermal , “Bukan sekadar visi, melainkan upaya nyata untuk Net Zero Emission (NZE) di 2060. Komitmen pemerintah untuk mencapai NZE di 2060 atau lebih cepat menunjukkan keseriusan dalam mencapai ambisi pemerintah dalam swasembada energi nasional dan sustainability of energy program.
PLTP menjadi milestone penting dalam perjalanan menuju kemandirian energi yang bersumber kepada energi rendah karbon. Dengan potensi mengalirkan listrik ke rumah tangga serta menurunkan emisi karbon yang signifikan, pengembangan PLTP telah memberikan kontribusi nyata terhadap penurunan jejak karbon sektor kelistrikan nasional.”
Ia menambahkan bahwa keberhasilan PLTP di Indonesia dapat direplikasi di wilayah lain, sekaligus membuka jalan menuju swasembada energi bersih.
Pengembangan panas bumi di Cipanas diproyeksikan membawa manfaat bagi masyarakat, mulai dari pembukaan lapangan kerja, peningkatan kompetensi teknis lokal, hingga menggerakkan ekonomi di wilayah sekitar. Energi panas bumi juga berperan strategis dalam memperluas bauran energi bersih nasional.
Sebagai bagian dari tata kelola publik, proses pengembangan dibuka bagi masukan masyarakat, media, akademisi, dan lembaga independen. Upaya percepatan energi geotermal di Jawa Barat diarahkan untuk menciptakan masa depan energi yang adil, bersih, dan berkelanjutan—dengan tetap memperhatikan perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar












