Senja mulai hadir menaungi perekonomian Indonesia seiring dengan makin masifnya penyebaran COVID-19 dan belum optimalnya penanganan kesehatan untuk mengatasi wabah tersebut.
Kenyataan itu diperkuat dengan pernyataan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2020 sebesar 2,97 persen.
Realisasi yang melambat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya 5,07 persen bukan hal yang mengejutkan mengingat fenomena perlemahan ekonomi ini hampir menyebar ke seluruh dunia.
Dalam periode yang sama, Amerika Serikat tercatat hanya tumbuh 0,3 persen, Korea Selatan tumbuh 1,3 persen dan Uni Eropa terkontraksi 3,3 persen.
Selain itu, perlambatan terjadi di Singapura yang tumbuh negatif 2,2 persen, China yang terkontraksi 6,8 persen, dan Hong Kong yang turun negatif hingga 8,9 persen.
Hanya perekonomian di Vietnam yang dalam periode ini mampu tumbuh 3,8 persen, atau sedikit lebih baik dari pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Meski demikian, pencapaian yang lebih rendah dari proyeksi pemerintah sebesar 4,5 persen-4,6 persen menjadi lampu kuning yang harus diwaspadai.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan salah satu pemicu perlambatan ekonomi ini adalah tidak optimalnya kinerja konsumsi rumah tangga pada tiga bulan pertama 2020.
Menurut dia, konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 2,84 persen terpengaruh oleh penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengatasi penyebaran COVID-19.
Pembatasan sosial yang baru berlaku secara efektif pada minggu kedua Maret itu mampu mempengaruhi konsumsi domestik yang secara historis rata-rata tumbuh pada kisaran lima persen.
“Kita bayangkan April dan Mei ini PSBB dilakukan meluas maka konsumsi pasti akan drop jauh lebih besar,” kata Sri Mulyani dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (6/5).
BPS mencatat konsumsi rumah tangga turun pada triwulan I-2020 karena adanya kontraksi pada penjualan sandang, bahan bakar kendaraan, peralatan informasi dan komunikasi serta barang budaya dan rekreasi.
Selain itu, penjualan mobil penumpang dan sepeda motor yang terkontraksi 4,51 persen dan 17,25 persen juga diikuti oleh jumlah penumpang angkutan rel dan udara yang tumbuh negatif.
Kemudian, industri pakaian, alas kaki dan jasa perawatan mulai terkontraksi 3,29 persen, diikuti transportasi dan komunikasi yang tumbuh negatif 1,81 persen.
Dalam periode ini, hanya industri kesehatan dan pendidikan yang mampu tumbuh 7,85 persen, diikuti makanan minuman selain restoran yang tumbuh 5,1 persen dan perumahan dan perlengkapan rumah tangga 4,47 persen.
Peningkatan konsumsi kesehatan, pendidikan, perumahan, serta perlengkapan rumah tangga, tidak mampu mengimbangi penurunan konsumsi pakaian, alas kaki, jasa perawatan serta transportasi dan komunikasi.
Peran konsumsi rumah tangga ini krusial karena menyumbang struktur PDB terbesar di triwulan I-2020 hingga mencapai 58,14 persen, diikuti PMTB 31,91 persen dan ekspor 17,43 persen.