Hoax menjadi ancaman tersendiri di tengah pandemi Covid-19 membuat pandemi ini terasa semakin chaos. Hal tersebut disampaikan Arry Wibowo saat Webinar Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 wilayah Kabupaten Sukabumi Rabu (2/6/2021).
Gerakan yang dilakukan Kementrian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi untuk Indonesia #MakinCakapDigital. Ada empat pilar digital yang mereka petakan yaitu kemampuan, keamanan, etika serta budaya. Memerangi hoaks juga menjadi literasi digital yang sangat dibutuhkan terutama saat pandemi seperti saat ini.
WHO juga pernah mengatakan mereka tidak hanya memerangi epidemi tapi sedang melawan infodemi yaitu berita palsu yang menyebar lebih cepat dan lebih mudah daripada virus ini juga sama berbahayanya.
Jika sudah terkena hoaks, untuk klarifikasi akan 10 kali lebih lama daripada hoaks itu menyebar. “Kalau bahaya ya sama bahayanya antara virus Covid-19 dan berita-berita palsunya. Artinya karena penyebarannya begitu cepat dan berakibat serius,” ungkapnya.
Infodemi ini jika dipercaya akan membuat orang tidak percaya Covid-19 juga tidak ingin divaksin. Menurut beberapa survei, masyarakat masih mengandalkan media sosial untuk mendapatkan informasi Sementara itu untuk media sosial diurutan kedua setelah TV.
“Semakin dipercaya tapi media sosial seperti makan simalakama karena justru disitu hoaks banyak bertebaran. Berpikir kritis modal untuk kita berinternet,” ujarnya.
Arry juga berbagi bagaimana cara mendeteksi hoax, di antaranya informasi tersebut menggunakan kata yang janggal dan cenderung provokatif. Hal tersebut guna mempengaruhi emosi. Biasanya terdapat ajakan untuk disebarkan menjadi salah satu ciri hoax.
“Informasi hoaks sering mengutip lembaga terkenal terkadang mengutip judul media sepotong-potong dengan susunan kalimat yang kadang tidak terstruktur secara logika tidak masuk akal tetapi dibuat seolah-olah meyakinkan,” jelasnya.
Ketika mendapatkan informasi yang tidak meyakinkan, sebaiknya memang mencari kata kunci terkait info yang akan dicari kebenarannya. Kemudian cek di Google dengan menuliskan kata kunci tersebut atau buka turn back hoax.id atau cek fakta.com.
Maka, ketika mendapat informasi sebaiknya tidak langsung dibagikan ulang. Dikenal dengan istilah saring sebelum sharing, mengingatkan para warga net Indonesia untuk mencari tahu kebenaran. Jika memang benar, tetap harus disaring apakah ini bermanfaat, kemudian apakah memang penting. Langkah ini juga mencegah tumpahnya informasi yang begitu banyak di masyarakat yang dikhawatirkan malah membuat bingung.
Literasi digital dalam memerangi hoaks membuat Key Opinion Leader (KOL) Shinta Noppita Sari menyadari bahaya hoaks yang beredar di masyarakat terutama yang berkaitan dengan Covid-19.
“Saya bekerja di dunia TV tahu betul ketika informasi yang ingin disajikan kepada masyarakat butuh dicek berulang kali dan ada Kode Etik Jurnalistik jadi banyak filternya. Tapi sekarang netizen baru dapat sebuah berita belum dicek sudah langsung disebar terbayang betapa bahayanya,” jelasnya.
Maka dia mengajak warga net di Indonesia untuk bijak bermedia sosial, tidak asal membagikan informasi sebelum dicek kebenarannya.