Hoaks memang menjadi ancaman tersendiri di tengah pandemi Covid-19 dan sedikit banyak membuat pandemi ini terasa semakin chaos. WHO juga pernah mengatakan mereka tidak hanya memerangi epidemi tapi sedang melawan infodemi yaitu berita palsu yang menyebar lebih cepat dan lebih mudah daripada sang virus.
Ari B. Wibowo dari Siberkreasi mengatakan, jika sudah terkena hoaks, untuk klarifikasi akan 10 kali lebih lama daripada proses hoaks itu menyebar. “Kalau bahaya ya sama bahayanya antara virus Covid-19 ini dan berita-berita palsunya. Karena penyebarannya begitu cepat dan berakibat serius,” ungkapnya. Infodemi ini jika diyakini masyarakat akan membuat orang-orang tidak percaya Covid-19 juga tidak ingin memakai masker, bersikap lebih hati-hati bahkan divaksin.
Menurut beberapa survei, masyarakat masih mengandalkan media sosial untuk mendapatkan informasi. Bahkan media sosial sudah menggeser kedudukan televisi menjadi posisi kedua. Hal tersebut sudah bisa mencerminkan pergeseran tren dan kepercayaan masyarakat menghabiskan waktu.
Semakin dipercaya tapi media sosial seperti makan simalakama karena justru di situ hoaks banyak bertebaran. Berpikir kritis modal untuk kita berinternet,” ujarnya.
Ari juga berbagi bagaimana cara mendeteksi hoaks. Di antaranya biasanya hoaks menggunakan kata janggal dan cenderung provokatif. Hal tersebut guna mempengaruhi emosi. Biasanya terdapat ajakan untuk disebarkan menjadi salah satu ciri hoaks.
“Informasi hoaks sering mengutip lembaga terkenal. Terkadang mengutip judul media sepotong-potong dengan susunan kalimat yang tidak terstruktur. Secara logika tidak masuk akal tetapi dibuat seolah-olah meyakinkan,” jelasnya.
Ketika mendapatkan informasi yang tidak meyakinkan, sebaiknya memang mencari kata kunci terkait info yang akan dicari kebenarannya. Kemudian cek di Google dengan menuliskan kata kunci tersebut. Anda juga bisa melakukan pengecekan melalui situs turnbackhoax.id atau cek fakta.com.
Maka, ketika mendapat informasi sebaiknya tidak langsung dibagikan ulang. Dikenal dengan istilah saring sebelum sharing, mengingatkan para warga net Indonesia untuk mencari tahu kebenaran. Jika memang benar, tetap harus disaring apakah ini bermanfaat, kemudian apakah memang penting. Langkah ini juga mencegah tumpahnya informasi yang begitu banyak di masyarakat yang dikhawatirkan malah membuat bingung.
Webinar Literasi Digital ini merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Literasi Digital Nasional 2021. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia Kegiatan ini diprakarsai Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemkominfo RI) bersama Sinerkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada tahun 2024.
Webinar Literasi Digital di Kabupaten Indramayu, Jawa Timur, Jumat (4/6/2021) dimulai pukul 09.00 WIB dilakukan secara virtual menggunakan platform Zoom. Acara yang berlangsung selama sekitar 3 jam tersebut menghadirkan Lintang Ratri Rahmiaji (Anggota Jaringan Penggiat Literasi Digital – Japelidi) menjelaskan berbudaya digital, Erick Gafar (Kreator Siberkreasi ) yang mengulas keamanan digital, dan Dicky Renaldi membagikan kemampuan digital.