Presiden Joko Widodo dalam sambutannya saat meluncurkan Gerakan Literasi Digital Nasional mengungkapkan, kecakapan digital harus ditingkatkan dalam masyarakat agar mampu menampilkan konten kreatif mendidik yang menyejukkan dan menyerukan perdamaian. Sebab, tantangan di ruang digital semakin besar seperti konten-konten negatif, kejahatan penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, ujaran kebencian, radikalisme berbasis digital.
Maka, Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja samadengan Siberkreasi menggelar webinar literasi digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Persoalan keamanan digital selalu menarik untuk dibahas, Erik Gafar dari ICT Watch menjelaskan, kasus-kasus kejahatan di dunia maya akibat dari warga net tidak peduli privasi. Contoh sederhana sekolah anak, betapa banyak yang sering mengunggah foto anak menggunakan seragam sekolah bahkan mencantumkan lokasi sekolah.
“Bahkan ada kontes foto selfie hari pertama sekolah, sebenarnya ini bahaya anak-anak itu tidak boleh dikenali sekolah dan baju seragamnya. Kalau mereka dikenalin nanti ada saja kejadiannya. Misal dikabari anak mengalami kecelakaan di sekolah dan lainnya,” ujarnya.
Pornografi anak, menjadi kasus kejahatan digital yang menyerang anak karena ketidaktahuan mereka. ICT Watch pernah membongkar kasus ini di Surabaya pada tahun 2014. Pelaku berpura-pura menjadi dokter perempuan. Anak-anak seusia SD berkumpul di Facebook karena sekolah mereka membuat grup WhatsApp yang dapat dihubungi oleh orang lain.
Miris, karena mereka menggunakan ponsel orangtua yang diartikan pengawasan oran gtua masih longgar. Media sosial yang sudah dikenal secara dini oleh anak-anak tanpa pengawasan, membuat mereka rentan untuk mengenal orang asing.
“Kita tidak bisa membiarkan anak-anak lebih pintar daripada kita. Orang tua harus belajar jangan didahului oleh anaknya. Anak-anak iusia 5 -10 tahun itu sebenarnya lebih pintar dari orang tuanya karena mereka belajar sendiri,” tuturnya.
Maka sebaiknya orang tua dan anak bersama mengenal internet dan mulai membuat aturan bagaimana mereka menggunakannya. Jadi teman di media sosial mereka juga menjadi salah satu cara untuk tetap mengawasi mereka di ruang digital. Ketika berada di media sosial orang tua harus jadi panutan digital yang baik dengan tidak sering mengunggah privasi dan selalu memposting hal positif.
Kenali anak dengan literasi digital terlebih untuk urusan menjaga identitas digital, ingatkan untuk tidak terlalu terbuka dengan teman di media sosial. “Soal password akun media sosial juga seperti menjaga rahasia. Hanya mereka yang tahu sebab nanti dapat disalahgunakan,” sambungnya.
Orang tua juga dapat menggunakan aplikasi parental control untuk komputer di rumah, pengguna android juga ada my family link. Sehingga orang tua dapat memperlihatkan apa yang dilakukan dan ditemukan anak ketika sedang berselancar di dunia maya.
Terakhir, Erik mengajak para orang tua untuk ikut menciptakan lingkungan digital yang sehat dengan melaporkan konten negatif. Seluruh platform sudah menyediakan fitur untuk melaporkan konten, Kominfo dan ICT pun membuka layanan pengaduan konten negatif.
Pada kesempatan Webinar Gerakan Literasi Digital Nasional untuk masyarakat Kota Cirebon pada Jumat (4/6/2021) selain paparan dari ICT hadir juga Lolina Lalolo dari Mafindo yang membahas cakap bermedia sosial, Matahari Timur menjelaskan budaya digital menangkal terorisme dan Mohammad Ridwan mengenai bahaya hoaks.