Budaya digital kini tengah disosialisasikan pemerintah kepada masyarakat yang sebagian besar sudah aktif di dunia digital. Sebab budaya digital salah satu bagian dari literasi digital yang terdiri dari empat hal yang harus dimiliki oleh warga net. Digital skill atau kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital.
Kemampuan ini menjadi yang banyak dibutuhkan di era digital saat ini, banyak peluang yang hadir untuk generasi muda. Selanjutnya etika digital mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
Terakhir, literasi digital dalam upaya meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Empat bagian dari literasi digital itu tengah disosialisasikan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang baru saja meluncurkan Gerakan Literasi Digital Nasional bersama Siberkreasi.
Literasi digital ini digelar di 34 Provinsi dan 514 kabupaten melalui Webinar di setiap kota/kabupaten. Pada Kamis (3/6/2021) diselenggarakan untuk Kabupaten Sukabumi, salah satu pembicara Santi Indra Astuti, dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba) mengatakan, mudah saja mengetahui budaya digital yakni dengan melihat landasan kehidupan bernegara di Indonesia sesuai Pancasila. Jadi budaya digital ialah budaya Pancasila bagaimana silanya mampu diwujudkan dalam interaksi di ruang digital.
Dia menyebut, tantangan yang dihadapi para warga net ialah mengaburnya wawasan kebangsaan, menurunnya kesopanan dan kesantunan. “Di digital masyarakat lebih senang dengan budaya luar negeri. Sehingga ruang digital menjadi panggung budaya asing. Kebebasan berekspresi di satu sisi itu sesuatu yang harus kita pertahankan, tapi di sisi lain ada juga yang kebablasan berujung pada pengadilan,” jelasnya.
Di digital kini dirasakan berkurangnya toleransi dan perbedaan juga tidak ada lagi batas-batas privasi. “Curhat lebih banyak bukan sama orang terdekat tapi dengan media sosial akhirnya masalah keluarga jadi konsumsi bersama kemudian ada juga masalah pelanggaran hak cipta dan hak karya intelektual,” sambungnya.
Sementara itu, Anita Wahid, Wakil ketua Siberkreasi yang juga menjadi pembicara dalam webinar tersebut menjelaskan soal etika digital. Menurutnya, sangat penting memiliki etika dalam bermedia sosial. Etika merupakan tata krama atau sistem nilai yang dijadikan pegangan ketika kita ada berada dalam diri dengan diri sendiri saja ataupun ketika kita berinteraksi dengan orang lain.
“Biasanya sistem nilai ini ditentukan oleh masyarakatnya disepakati bersama-sama dan dia yang akan menentukan kita boleh apa dalam perilaku. Apa yang seharusnya kita lakukan, apa yang tidak boleh,” jelasnya.
Etika tradisional atau di dalam kehidupan nyata maupun etika dalam ruang digital menyangkut tata cara kita berhubungan dengan orang-orang. Hal apa yang dirasa pantas apa yang tidak pantas.
Untuk di ranah digital, etika ini dipengaruhi oleh empat hal. Pertama ialah kesadaran etika itu sangat penting untuk berlaku di dalam masyarakat. Kita menjadi bagian yang luar biasa yang dapat mempengaruhi bagaimana berinteraksi di dalam keseharian.
Kedua, integritas masuk ke internet menggunakan media dengan penuh kejujuran, tidak niatan untuk menipu atau hal buruk lainnya. Terakhir dipengaruhi oleh tanggung jawab, ketika kita bertanggung jawab maka sebenarnya kita memiliki kesadaran penuh bahwa apapun yang dilakukan di manapun termasuk di dalam ruang digital itu pasti memiliki dampak baik kepada diri sendiri maupun juga kepada orang-orang lain.
“Jadi orang-orang yang beretika itu biasanya punya kesadaran, punya integritas punya kebajikan dan juga punya tanggung jawab besar,” tutupnya.