Anak di bawah 13 tahun belum saatnya dibebaskan berselancar di dunia digital. Namun pandemi yang mengharuskan mereka belajar online membuat anak dan internet kian akrab dan meluas penggunaannya bukan hanya untuk sekolah.
Padahal, kejahatan di dunia maya mengincar mereka seperti cyber bullying, pornografi, hoax, online game dan online grooming. Sebelum Pandemi saja, data dari Kemendikbud dan Kemenkes tahun 2017 sangat mencengangkan. Sebanyak 95.1 persen anak usia SMP dan SMA telah terpapar pornografi. Untuk kasus kecanduan, 4.8 persen terdiksi ringan dan 0,1 persen terdiksi berat. Responden berjumlah 6.000 anak dari Jakarta, Jogja dan Aceh.
Menurut Kemenkes, adiksi pornografi merupakan sebuah penyakit dan dapat berdampak negatif terhadap perkembangan otak anak. Usaha pencegahan dan mengatasi pornografi perlu dilakukan secara komprehensif di seluruh Indonesia
Dalam Webinar Literasi Digital Nasional 2021 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (7/6/2021) dibahas upaya pengasuhan cerdas di era digital bersama Diena Haryana seorang pemerhati anak yang juga Dewan Pengarah Siberkreasi dan Pendiri Yayasan Sejiwa.
Diena menjelaskan, perbandingan adiksi atau kecanduan pornografi dan narkoba. Pecandu narkoba akan rusak tiga bagian otot sementara jika sudah kecanduan pornografi lebih parah yakni 5 bagian otak rusak.
Anak-anak memang rentan akan terpapar pornografi melalui internet. Maka, dibutuhkan orang tua yang siap untuk menemani dan juga mengajarkan literasi digital sedari dini.
“Saya sebutnya netizen unggul, para orang tua di era digital ini wajib mencetak netizen unggul. Pertama memiliki etika di dalam menggunakan ranah digital harus punya empati ada respect pada orang lain,” ujarnya.
Melalui pengarahan yang baik dari orang tua, anak dapat memilih mana yang baik untuk dia atau tidak. Game baik atau tidak, apalagi pornografi, ketika dia tahu dampaknya dia akan menjauh. Jika anak sudah seperti itu tanpa kehadiran orang tua disampingnya pun dia tetap disiplin enggan coba-coba. Anak memiliki skill dan tahu tanggung jawabnya sendiri.
Lantas, harus bagaimana orang tua agar dapat mencetak netizen unggul tersebut. Diena menjelaskan, gaya komunikasi orang tua yang asertif yakni yang ceria menyenangkan bukan dengan gaya komunikasi yang agresif.
Dia menyebut, jadilah orang tua yang selalu ada di pikiran anak, selalu dibutuhkan mereka sehingga dia tidak membutuhkan siapapun kecuali orangtuanya. “Jadi orang tua FAB yaitu Funny, Asik, Bergaul. Dekat dengan teman-temannya. Kita mampu mendengarkan anak dengan antusias tatap matanya, buat suasana yang ramah, hangat dan penuh canda,” ungkap Diena.
Sebagai tambahan cara pengasuhan di era digital ini para orangtua wajib memiliki literasi digital yang baik, harus cakap di dunia digital. Tujuannya agar anak respek. Orang tua juga harus memahami aturan-aturan di dunia digital serta konten-konten positif yang dapat dibagikan kepada anak. Gunanya agar mencegah konten-konten negatif untuk dikonsumsi anak. Jangan lupa untuk memasang fitur parental control di gawai anak.
“Kalau kita sebagai orang tua sudah menjadi top of mind anak, mereka mempercayai kita untuk apapun. Mereka tidak akan mencari orang yang lebih menyenangkan di internet yang mungkin saja predator,” tambahnya.
Menjadi orangtua menyenangkan, dengan beraktivitas bersama. Misalnya, mencari hal baru di internet juga bermain game online bersama.
Webinar di Kabupaten Bandung ini merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi. Webinar kali ini juga mengundang narasumber seperti Septiaji Eko, Ketua Presiden Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) membahas etika digital dan Anita Wahid Wakil Ketua Siberkreasi menjelaskan digital skill.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.