Manusia tidak lepas dari segala macam kebutuhan, apalagi masyarakat Indonesia yang terkenal dengan sifatnya yang sangat konsumtif. Ketika kita tak bisa bergerak bebas karena pandemi Covid 19 makin marak bermunculan e-commerce dan marketplace.
Lalu apa perbedaan e-commerce dan marketplace? Orang mungkin sering menggunakan e-commerce untuk mendeskripsikan marketplace. Padahal keduanya berbeda. E-commerce hanya menjual produk dari website itu sendiri.
Sementara marketplace adalah seperti pasar yang menghubungkan penjual pembeli dengan katalog toko yang banyak dan produk beragam seperti Shopee, Lazada, Tokopedia dan lainnya. Satu lagi yang cukup popular adalah toko online. Biasanya toko online memanfaatkan media sosial sebagai tempat berjualan misalkan di Instagram ataupun Facebook.
Tentunya adanya ketiga pasar tersebut seharusnya memudahkan orang mencari rezeki. Karena jangkauan luas, kerja bisa dimanapun, tidak dibatasi oleh waktu, tak perlu stok barang sendiri dan biaya yang lebih murah.
“Kadang kita hanya menyiapkan biaya administrasi melalui marketplace. tidak perlu stok barang sendiri bisa menggunakan dropship, ambil dari toko orang lain bantu jualin dengan selisih harga. Jualan dari mana aja, jadi aktivitas kita tidak terganggu,” jelas Mohammad Ridwan, Content Creator dalam Webinar Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Selasa (8/6/2021).
Namun ia juga menegaskan agar berhati-hati bertransaksi secara digital. Karena semua dilakukan secara online kadang kita tidak bisa menyentuh dan melihat secara detail barang yang akan dibeli. Sehingga banyak kecewa atau bahkan penipuan. Masyarakat harus lebih waspada memilih marketplace dipercaya dan toko yang amanah. Ulasan dan bintang dari toko dan produk bisa menjadi referensi.
Tak hanya itu, masyarakat sebagai pembeli juga dituntut untuk lebih cakap bertransaksi online. Belakangan marak terjadi kasus COD (cash on delivery) yang menjadi viral karena pembeli membuka barang yang belum dibayar, merasa tidak puas lalu ingin dikembalikan. Masyarakat dituntut agar lebih paham jenis-jenis transaksi online dan tahu akan risikonya.
Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi. Webinar kali ini juga mengundang narasumber Dr. Lintang Ratri Rahmiaji (Dosen Undip, Litbang Mafindo), Komang Tri Werthi (Relawan TIK), Istia Budi (Wakil Ketua Relawan TIK Kaltim) dan KOL Deananda Ayusaputri (Blogger & Digital Content Creator).
Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia Kegiatan ini diprakarsai Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemkominfo RI) bersama Sinerkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada tahun 2024. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital