Budaya Pancasila menjadi landasan utama berkreasi di ruang digital dalam bentuk apapun. Salah satu nilai dalam Pancasila yang dapat diwujudkan dalam bentuk pergerakan ekonomi di dunia digital.
Sila ketiga Persatuan Indonesia bermakna mengutamakan kepentingan Indonesia di atas golongan dan lainnya. Ini juga dapat diartikan sebagai cinta produk Indonesia dan mengutamakan menggunakan produk Indonesia.
Hal ini disampaikan Santi Indra Astuti, dosen Universitas Islam Bandung yang juga anggota Jaringan Penggiat Literasi Digital (Japelidi) saat menjadi pembicara dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis (10/6/2021).
Selain itu, adanya upaya untuk mewujudkan kesetaraan produk lokal adalah pesan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab yang kadang-kadang kita lupakan. “Kalau kita ngomong cinta produk Indonesia ada dua yang harus ada. Mendukung produksi Indonesia atau kita menjadi konsumen bijak yang nasionalis. Keduanya sangat mungkin dilakukan karena kita tahu bahwa internet itu menjadi penyokong penyelamat UMKM dari krisis,” ungkapnya.
Kita lihat bahwa di satu sisi brand-brand internasional itu itu terpukul tapi di sisi lain potensi dari ekonomi lokal itu juga tinggi, maka sebetulnya banyak peluang. Dibutuhkan kesadaran untuk mengamalkan sila kedua dan ketiga untuk memajukan UMKM untuk ekonomi bangsa.
Menurut Santi, di dunia digital dalam konteks cinta produk Indonesia yang bisa kita lakukan untuk mendukung produksi ialah dengan menjadi pelaku digital commerce atau mendukung dan memfasilitasi produksi dalam negeri.
Ada yang bisa menjadi produsen ada yang bisa menjadi pendukungnya. Apa saja yang bisa berperan ada produsen atau pelaku industri ada juga fasilitasi. “Pihak yang dapat bisa memberi ruang fasilitasi ialah para ASN atau teman-teman yang punya organisasi yang dapat membuat pasar murah. Mengelola event-event seperti itu sangat menarik,” ujarnya.
Hal sederhana yang bisa dilakukan lagi yakni dengan mengunggah di media sosial. Jadilah pewarta warga yang mendukung produk Indonesia lewat dokumentasi dan mempromosikan juga memberi ulasan yang baik. Tidak lupa memberi masukan yang tidak menjatuhkan.
Santi pun membahas soal pernyataan aktris keturunan Amerika, Cinta Laura yang tidak tertarik membeli tas mahal. Bukan karena dia tidak bisa beli barang mahal, namun Cinta mengaku menolak membelanjakan uangnya untuk beli barang mahal karena nilai empati atau kepedulian pada orang-orang di sekitarnya.
“Uang segini saya bisa ngasih makan orang tidak mampu, saya bisa membantu memberdayakan orang-orang di sekitar saya untuk jangka waktu yang panjang,” ucapnya menirukan Cinta.
Pesan yang dibawa Cinta Laura di sini bukan sekadar beramal bukan tapi empati dan peduli. Ini seharusnya menjadi bagian dari konsumsi yang kita sering tidak sentuh. Sebab banyak yang konsumen yang mengutamakan dalam negeri tapi ketika melakukan konsumsi memperlihatkan atau mempraktikkan.
Perilaku konsumsi sebaiknya memperlihatkan empati dan membeli secukupnya tidak impulsif membeli karena kebutuhan. “Jangan suka pamer, sama-sama kita bersihkan ruang digital kita dari perilaku suka pamer. Bukan karena sirik dan iri tapi karena tidak menunjukkan empati dan kepedulian,” ucapnya mengingatkan. Berkolaborasi juga diperlukan untuk menyebarkan semangat digital entrepreneurship dan kapan saja mengangkat dan membela produk Indonesia.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 ini merupakan bagian dari sosialisasi yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi. Selain Santi pembicara pembicara lainnya Soni Munga (Content Creator), Ni Made Ras Amanda (Dosen Universitas Udayana), Acep Syarifudin (Koordinator Literasi Digital, ICT Watch) dan selebgram Bela Winarta Putri.
Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada tahun 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.