Dari situlah muncul potensi-potensi lain, ada hal-hal di luar sana yang mengincar anak. Kemungkinan ada orang-orang yang memanfaatkan situasi ini, mereka yang memiliki niat jahat seperti para pedofil yang mengirim konten-konten seksual kepada anak-anak untuk menjerat mereka sebagai korban.
Dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/6/2021), Mario Anton Birowo, Dosen Ilmu Komunikasi Atma Jaya Yogyakarta yang juga anggota tim penulis modul ‘Etis Bermedia Digital’ ini mengatakan, anak-anak di dunia digital bukan hanya diincar secara seksual namun juga ingin disusupi pemikiran kekerasan.
Konten berbahaya yang bersifat kekerasan seperti persuasi untuk melakukan tindakan-tindakan kriminal yang membahayakan diri sendiri juga banyak di media sosial. Tidak aneh, jika kini anak-anak demi konten mengekspos dirinya berupa foto dan video yang sensitif di depan kamera.
“Mereka tanpa sadar melakukan hal yang merugikan. Semua godaan demi konten ini yang kemudian penting bagi anak-anak sejak awal untuk terus diawasi saat sedang berada di dunia digital,” ujar Mario.
Orang tua pun dituntut selalu mengawasi anak saat berselancar digital. Karena orang tua tidak mampu mengawasi selama 24 jam jadi pendekatan yang penting dilakukan ialah menanamkan semangat penggunaan media digital ini dengan tanggung jawab. Anak dikenalkan dengan risiko atas apa yang diperbuat.
Jadi secara etis, anak-anak diajarkan bagaimana bertanggung jawab menggunakan media digital sehingga kasus seperti cyber bullying tidak menghampiri mereka. Tapi anak-anak mungkin juga menjadi pelaku, mereka mungkin khilaf atau merasa itu hal yang biasa. Seharusnya itu langsung ditangani orang tua sebab kini cyber bullying sudah ada di mana-mana. Tidak hanya terjadi pada anak-anak artis di media sosial mereka. Namun di luar sana juga banyak sekali anak-anak di sekolah, mereka tidak nyaman karena sering dirundung teman-temannya.
Mario mengatakan, jadi sebenarnya kasus yang hadir tidak hanya ada di dunia digital saja tapi juga bisa turun ke dunia nyata. Kalau sudah masuk ke dunia nyata dan korban sudah merasa tidak diterima orang lain ataupun ketakutan yang kerap muncul walaupun sebenarnya tidak terjadi apapun tetapi pikirannya sudah terbangun bahwa di media digital sesuai dengan persepsinya kini.
“Maka yang terjadi anak itu akan mengalami penurunan kualitas hidup. Belajar semakin malas menyendiri terus akhirnya muncul situasi yang sudah dibantu oleh orang yang lebih dewasa atau ahlinya seperti psikolog,” ungkapnya.
Maka, penting bagi orang tua jika sudah memberi fasilitas gawai yang dapat dia pakai sepanjang waktu. Selalu diskusikan soal penggunaan teknologi ini agar mereka kreatif, kritis dan kolaboratif.
“Kolaboratif juga dapat dimaknai dengan respek dengan orang lain. Dapat menghargai pendapat orang lain, bernegosiasi juga memungkinkan untuk bekerjasama,” jelasnya.
Mario mengajak para orang tua, untuk kenali dengan siapa anak berinteraksi di media sosial. Beri arahan mengenai pertemanan mereka sebaiknya dengan orang yang kita kenal sebelumnya. Apabila ada teman baru, harus cari informasi tentang dia melalui browser atau dari teman yang lain.
“Apabila mencari teman baru sebagai teman tersebut sebaiknya yang memiliki kesamaan pertemanan atau minat dengan kita. Berteman dengan orang-orang yang menggunakan identitas asli,” jelasnya.
Bila masih ragu, kita dapat memverifikasi akun teman tersebut dengan cara mengecek foto cek history-nya dan cek dengan siapa mereka berteman. Orang tua harus paham literasi digital agar mampu mendampingi anak di ruang digital.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi. Wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/6/2021) ini juga menghadirkan pembicara Devie Rahmawati (Sosiolog Universitas Indonesia), Andika Zakiy (Koordinator Program SEJIWA), Queena Fredlina (Relawan TIK Bali & Dosen STMIK Primakara), dan Key Opinion Leader Rio Silaen.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
