Konten negatif seperti hoaks dan cyberbullying di ruang digital seringkali dianggap biasa saja, cenderung diabaikan dan dianggap remeh. Namun sebenarnya keduanya itu memiliki dampak panjang yang berbahaya.
Hoaks dapat memicu perpecahan bukan karena seseorang berbuat salah namun hanya karena perbedaan pendapat. Perpecahan sudah mulai masuk ranah pertemanan hingga keluarga.
Memicu ketakutan juga menjadi bahaya apalagi di saat pandemi saat ini. Ketakutan ini dikhawatirkan malah membuat keadaan emosional seseorang terganggu hingga kesehatan menurun. Hoaks dapat menghilangkan reputasi, juga hilangnya kepercayaan terhadap informasi dan dapat memakan korban jiwa.
Hal tersebut disampaikan Ismita Saputri, Chief Financial Officer Kaizen Room sebuah lembaga training komunikasi saat menjadi pembicara dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (2/6/2021). Ismita menambahkan, begitu juga dengan cyberbullying yang dampak terparahnya ialah bunuh diri karena depresi.
Perundungan ini kerap tidak disadari oleh seseorang, berdalih becanda sehingga akhirnya menjadi biasa. Bullying itu bentuknya intimidasi, pencemaran nama baik, mengganggu, menyerang, menghina, kekerasan ancaman, menyakiti. Hal-hal tersebut mungkin secara tidak sadar pernah kita lakukan terhadap orang lain.
“Stop mengomentari orang lain sebab bisa saja sudah masuk dalam perundungan. Mungkin saja bagi orang yang kita komentari itu termasuk menghina, menyerang hingga berbuat tidak sopan dan menganggu,” ujarnya.
Jangan sampai menurut kita baik, karena perhatian dengan mengomentari sesuatu padahal bisa saja dia tidak suka. Kalau sudah begitu kita sudah sudah menyakiti seseorang dan itu sudah masuk dalam bullying. Di dunia digital, contoh perilaku cyberbullying adalah menyebarkan kebohongan tentang seseorang, mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan via chat, postingan foto atau video yang memalukan seseorang. Berkomentar menuliskan kata-kata menyakitkan, mengatasnamakan seseorang atau membuat akun palsu masuk melalui akun seseorang
Kebiasaan netizen ketika ada informasi datang, dikomentari yang pedas dulu baru mencari tahu kebenaran. “Sehingga tidak jarang kasus yang mengundang simpati justru itu tidak benar. Kalau sudah begini niat baik yang dilakukan akan sia-sia,” ucapnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (2/7/2021) juga menghadirkan pembicara Dicky Wahyudi (Kreator Nongkrong Siberkreasi), NurFajar Muharram (Relawan TIK), Sri Astuty (anggota Jaringan Penggiat Literasi Digital -Japelidi) dan Valentina Melati (Key Opinion Leader)
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.