Dari tahun 2017-2020 terdapat peningkatan pengguna internet di Indonesia. Pengguna internet di Indonesia dengan rentang usia 16-65 tahun dan didominasi oleh usia 18-34 tahun sebanyak 178 juta pengguna.
Cyberbullying menjadi salah satu perilaku yang meresahkan di media digital, terutama bagi anak-anak. Cyberbullying diartikan sebagai tindakan membahayakan, menyakiti, atau mengganggu orang lain secara sengaja melalui penggunaan alat elektronik. Cyberbullying juga dapat diartikan sebagai perundungan dunia maya.
“Saat ini cyberbullying bisa dilakukan oleh siapa saja. Tidak perlu yang badannya besar, anak pejabat, atau seseorang yang memiliki pengaruh. Dengan demikian, yang menjadi korban pun bisa siapa saja. Bullyingnya sekarang via online,” papar Aditianata, Dosen IT – Universitas Esa Unggul, dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Senin (26/7/2021).
Adit menyatakan, saat ini terdapat tujuh jenis cyberbullying di media sosial. Pertama, flaming atau pertengkaran daring yang merupakan perang kata-kata menggunakan bahasa yang mengandung amarah, vulgar, mengancam, dan merendahkan. Kedua, harrasement atau pelecehan, dilakukan dengan menggunakan kata-kata kasar yang menyerang dan melecehkan seseorang secara berulang. Ketiga, deniogration atau fitnah, dilakukan dengan menuliskan postingan atau komentar hinaan yang bertujuan untuk merusak reputasi seseorang.
Lanjutnya, impersonating atau akun palsu, meretas akun media seseorang atau berpura pura menjadi orang lain dengan tujuan membuat seseorang terlihat buruk. Kelima, trickery atau tipu daya yaitu memperdaya seseorang untuk membuka informasi tentang dirinya dan disebarluaskan di internet. Keenam, exclusion atau pengucilan, yaitu perundungan siber dengan mengucilkan seseorang dari lingkungan pertemanan daring. Ketujuh, cyberstalking atau penguntitan, dilakukan dengan mengirim pesan berkali-kali kepada seseorang secara terus-menerus untuk membuat korban merasa tidak nyaman.
“Dari survei DCI oleh Microsoft, ternyata, 50% netizen Indonesia terlibat cyberbullying. 5 dari 10 orang mengaku terlibat bullying dan 19% responden mengaku sebagai target. Berarti sisanya merupakan pelaku,” paparnya.
Adit memaparkan, data KPI tahun 2017-2019 menyatakan bahwa terdapat lebih dari 1000 anak menjadi korban perundungan di media sosial. Menurut Adit, kasus cyberbullying ini seperti fenomena gunung es. Karena, banyak kasus yang tidak atau belum dilaporkan.
Platform media terbesar yang menjadi tempat cyberbullying adalah Instagram, Facebook, Snapchat, WhatsApp, Youtube, dan Twitter. Banyak korban cyberbullying mengaku alasannya mengalami perundungan karena penampilan.
Ia mengatakan, remaja yang melihat temannya menjadi korban cyberbullying mengaku tidak peduli terhadap teman yang menjadi korban. Oleh karena itu, terjadi pembiaran. Padahal, bullying tidak akan berhenti kalau korban tidak melawan. Adanya cyberbullying ini berdampak negatif bagi korban, seperti depresi, kecemasan sosial, gangguan somatik, rasa kesepian, hingga perilaku bunuh diri.
Cara menghindarinya, kita dapat menyaring followers di media sosial dan mengoptimalkan keamanan, bersikap sesuai etika digital, berpikir sebelum memposting di sosial media, melindungi data pribadi, serta menjaga kesehatan mental.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Senin (26/7/2021) juga menghadirkan pembicara, Dendy Muris (Dosen Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR), Dudi Rustandi (RTIK & Dosen Telkom University), Yoseph Hendrik (Dosen informasi & Technology Sekolah Tinggi Tarakanita), dan Aflamandita sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.