Seorang intelektual mengatakan, ruang digital itu adalah bagian dari ruang publik, tempat berkumpulnya masyarakat, wadah untuk warga berekspresi. Semua aktivitas dan tempat untuk berdiskusi berbagai isu-isu seperti politik, budaya, ekonomi, pertahanan dan sebagainya. Ruang yang sangat subur untuk mengekspresikan kebebasan.
Bahkan dari ekspresi kebebasan kebebasan ini bermunculan berbagai narasi yang sangat positif. Dudi Rustandi, dosen Telkom University mengatakan, karena ekspresi kebebasan itu lahirlah start-up. Bagaimana anak muda ingin menyelesaikan sebuah permasalah dengan ide mereka.
Kemudian juga hadirnya selebgram atau Key Opinion Leader itu hasil dari kebebasan ekspresi sesuai dengan passion mereka masing-masing. Termasuk juga ada yang sangat cepat dikenal tiba-tiba viral dan menjadi artis dadakan. Nanti biasanya begitu akan cepat hilang juga ini menjadi sebuah hal yang lumrah di Indonesia.
Lantas bagaimana mempraktikkan kebebasan berekspresi di ruang digital. Pastinya dengan memproduksi konten.
“Beragam jenis bisa berupa teks seperti status di media sosial. Ketika di awal saya nge-blog di awal 2006 itu seringkali saya juga menulis di Friendster yang ada fasilitas blog. Kemudian muncul Blogspot yang hingga sekarang masih ada. Itu bisa digunakan sebagai tempat berekspresi untuk menulis berkarya dalam tulisan,” jelas Dudi saat menjadi pembicara dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (27/7/2021).
Kini tulisan tidak lengkap tanpa foto atau ilustrasi. Maka kita juga bisa memproduksi konten berupa foto. Kita dapat belajar fotografi dan konten lainnya seperti suara, film, gambar bergerak bahkan infografis. Infografis menjadi salah satu tren di dalam bahasa digital seperti meme. Bentuk konten itu juga dapat dikemas dalam menjadi informasi ringan, berita, feature, film dokumenter, talk show wawancara, iklan sekarang yang lagi trend itu podcast.
“Sebenarnya sempat beberapa waktu lalu ketika Blackberry masih populer. Podcast sudah ada di Blackberry tapi ternyata justru populernya baru sekarang ini,” ungkapnya.
Setelah memproduksi konten, dapat dilakukan mediasi konten yang akan dipakai untuk tempat konten tersebut. Seperti media sosial, media kolaborasi seperti di Wikipedia atau media citizen journalism. Kemudian mendistribusikan konten dan terakhir untuk mempraktikkan kebebasan ini dengan berpartisipasi dan berkolaborasi.
Di era digital saat ini banyak sekali komunitas di media sosial atau di aplikasi pesan, kita belum pernah sama sekali bertemu dengan mereka karena berkomunikasi hanya melalui pesan digital. Jangan sampai ketika kita masuk ke dalam komunitas, ternyata komunitas tersebut adalah komunitas yang mengarah pada sesuatu hal yang buruk atau yang negatif. Bahkan terkesan mempelopori atau provokatif.
“Pernah ada satu komunitas yang mengajak untuk melakukan aksi demonstrasi di tengah pandemi. Bukan tidak boleh melakukan demonstrasi tapi kita dalam keadaan pandemi tidak selayaknya berkumpul,” ujar pengurus Relawan TIK Jawa Barat ini.
Alih-alih berekspresi namun ini bisa saja yang terjadi membuat masalah baru. Kita harus memilih dan memilah bagaimana kita berpartisipasi dan bagaimana kita berkolaborasi dengan komunitas.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (27/7/2021) juga menghadirkan pembicara Al Akbar Rahmadillah (Sobat Cyber Indonesia), Ahmad Rofahan (RTIK Kabupaten Cirebon), Septiaji (Mafindo) dan Rio Silaen sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.