Etika itu berhubungan dengan dua hal yaitu moral dan etika. Moral itu berbicara soal hati, soal yang ada di perasaan atau jiwa kita tapi memang logika juga harus seimbang. Beberapa manusia saat ini memiliki logika yang sangat tinggi tapi tidak punya moral itu.
Tapi juga ada orang yang moralnya kuat tapi cenderung tidak berlogika, yang dipakai hanya perasaannya saja. Jadi tidak ada basis data dan fakta berhubungan dengan logika.
Menurut Martin Anugerah, Kreator Konten Cameo Project, penilaian kita terhadap segala sesuatu yang ada di dalam dunia digital itu lewat logika. Kita bisa melihat boleh dan dilarang itu dari undang-undang, akan ada sanksi ketika melanggarnya. Ada lagi baik dan buruk, kita bisa menilai apakah yang di-posting sesuatu yang baik atau buruk itu berbeda menurut seseorang.
“Yang lebih abu-abu yakni bijak dan bodoh. Jika orang dikatakan kurang bijak masih tidak masalah. Sesuatu yang bijak itu bisa menyelamatkan kita dari yang dilarang. Contohnya daripada kita berkomentar, lebih bijak kalau kita diam saja daripada berkomentar akhirnya jadi bodoh,” ungkapnya dalam Webinar Gerakan Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis (29/7/2021).
Kini media sosial dihiasi dengan banyak orang yang berkomentar sesuatu tanpa dasar berujung salah berkomentar malah terlihat bodoh. Ditambah jarang sekali yang mau minta maaf atas kesalahan komentarnya.
Martin juga membahas soal beberapa hal yang memang sering ditemui di media sosial yakni kritikan. Apakah kritikan ini sesuatu yang boleh dilakukan baik dilakukan? Pemerintahan merupakan sasaran untuk dikritik kebijakannya.
“Tidak masalah mengkritik jika tujuannya adalah suatu yang konstruktif dan destruktif. Jadi kritik yang baik juga tergantung dari cara penyampaiannya. Kalau jatuhnya malah mem-bully atau hate comment itu sudah salah, malah perundungan dan itu bisa dilaporkan,” jelasnya.
Kita juga bisa sekarang melihat banyak netizen yang menjadi pahlawan karena melihat seseorang menjadi korban perundungan di media sosial. Jiwa pahlawan mereka menggebu dan seketika juga menyerbu pelaku dengan juga melakukan hal yang sama. Dan akhirnya pelaku perundungan itu pun menjadi korban bullying oleh orang-orang yang ingin menjadi pahlawan.
Jadi bagaimana kita menjadi bijak kita menjadi baik dan melakukan sesuatu yang boleh di ruang digital yaitu dengan literasi digital. Kita harus memahami ini supaya kita aman dan bebas juga untuk bermedia digital dan akhirnya menjadi nyaman di ruang digital.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis (29/7/2021) juga menghadirkan pembicara Taufik Aulia (Penulis dan Kreator Konten), Indriyatno Banyumurti (ICT Watch), Leviane Jackelin Hera Lotulung (Japelidi), dan Tresia Wulandari sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.