Kata toleransi menjadi sangat erat kaitannya dengan Indonesia, sebagai bangsa yang beragam toleransi seperti sebuah kewajiban yang dilakukan oleh masyarakat. Toleransi memiliki arti, membiarkan, mengakui, menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Mengambil padanan yang sama dalam bahasa Arab yaitu Tasamuh atau saling mengizinkan dan saling memudahkan.
Lintang Ratri Samiadji, Dosen Komunikasi di Universitas Diponegoro mengutip, Said Agil Husin Al Munawar toleransi adalah sikap menahan diri untuk tidak menggunakan cara-cara negatif dalam menyikapi pendapat dan keyakinan yang berbeda. Kita juga harus tidak mengintervensi dan lapang dada.
Jadikan toleransi adalah sikap atau tindakan yang bertujuan menghambat atau menentang pemenuhan hak-hak kewarganegaraan yang dijamin oleh konstitusi. Sikap ini terwujud dari perilaku penolakan perundungan bahkan sampai pada penghilangan nyawa pada kelompok yang dianggap berbeda.
“Biasanya ditunjukkan pada perbedaan agama atau keyakinan etnis orientasi seksual dan kini bertambah pilihan politik,” sebutnya di Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (2/8/2021).
Hoaks dan intoleransi berkaitan, pada 2019 jumlah hoaks yang dikumpulkan dalam database Mafindo mencapai 1.221 buah. Terjadi peningkatan sebesar 224 hoaks jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rata-rata setiap bulan juga meningkat dari 83 per bulan di tahun 2018 menjadi 1.001 buah per bulan di tahun 2019. Ini berarti terjadi peningkatan sebesar 3- 4 hoax perhari
Untuk tahun 2020 jumlah hoaks yang beredar setiap hari sekitar 2 – 30 dari segi tema politik masih tetap tinggi kemudian agam dan kesehatan. Dari segi tipe informasi-informasi yang mengacu pada rumusan first draft maka jenis konten yang salah ditemukan paling banyak jumlahnya 537 ini disusun dengan konten menyesatkan sebanyak 249 buah dan kontinental sebanyak 190 buah konten yang memanipulasi jumlahnya cukup banyak mencapai 171 dari segi saluran penyebaran hoaks.
“Facebook tetap menjadi sarana yang digunakan untuk menyebarkan hoax sementara itu untuk kategori aplikasi chat online WhatsApp adalah juaranya,” sebut Lintang.
Penyebaran hoaks ada kaitannya juga dengan budaya Indonesia, masyarakat Indonesia cenderung memiliki sifat kolektivis dan budaya lisan. Kolektivis itu gotong royong, empati tinggi, kolaborasi. Tetapi sifat ini minusnya kita selalu menempatkan kebenaran di luar diri kita. Jadi kita bertanya untuk membenarkan sesuatu atau meyakinkan sesuatu.
Budaya lisan maksudnya kita senang berbagi, bercerita mengenai apapun bahkan dengan orang yang baru pertama kali kita bertemu. Bagaimana dua budaya ini dibawa ke ruang digital, tentu warganet Indonesia akan selalu banyak yang dibahas. Jadi kalau ada isu, informasi yang belum tahu kebenarannya itu akan menjadi hangat diperbincangkan.
Politik, kesehatan dan agama, ketiga topik ini akan selalu menjadi yang menarik untuk dibahas, Lintang meyakini karena masyarakat dengan topik ini ada jarak.
“Agama, kita cenderung untuk mengikuti apa kata tokoh agama, bahkan ketika politik berbalut agama kita sulit untuk membedakan, kita percaya saja dengan apa kata ulama, pendeta dan sebagaianya,” ungkapnya.
Kesehatan karena masyarakat merasa mereka kaum awam yang tidak paham kesehatan sehingga ketika datang dr. Lois yang memiliki pendapat berbeda dan mengejutkan seketika masyarakat percaya. Begitu juga dengan politik, sering banyak yang bilang untuk apa berurusan dengan politik. Tidak perlu mengurus negara karena negara sudah ada yang mengatur. Padahal sebagai warga negara kita berhak menuntut transparansi apalagi di era digital. Sangat boleh mengkritik namun tetap dengan cara yang baik tanpa ujaran kebencian.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (2/8/2021) juga menghadirkan pembicara Wijaya Kusuma (RTIK Subang), Ismita Saputri (Kaizen Room), Ryzki Hawadi (Attention Indonesia), dan Tresia sebagai Key Opinion Leader.