Terdapat perbedaan saat kita ingin mencari informasi dahulu dan sekarang, misalnya ingin tahu mengenai tokoh favorit butuh usaha untuk mendapatkannya. Kita harus beli majalah atau media massa lain dan mengumpulkan informasi itu dari banyak sumber dan memerlukan waktu.
Tetapi sekarang informasi yang datang sendiri bahkan seolah-olah memaksa kita untuk tahu informasi yang tidak kita inginkan. Seperti tsunami informasi sangat banyak yang datang begitu saja melalui perangkat kita.
Maka, sekarang bukan hanya jangan gaptek atau gagap teknologi dalam soal perangkat saja namun jangan sampai gagap dalam mengelola informasi, menerima juga dalam hal mendistribusikan. Perihal informasi ini, Muhammad Arifin, Kabid Komunikasi Publik Relawan TIK Indonesia menjelaskan, adanya istilah filter bubble di media digital yakni penyaring informasi yang didapatkan pengguna saat menggunakan media sosial dan mesin pencari.
“Jika saya suka olahraga sepak bola, saya selalu mencari tahu tentang berita mengenai itu. Ada pertandingan apa, transfer pemain, kabar para pemain, saya akan dimasukan dalam satu lingkaran oleh algoritma mesin yang diciptakan media sosial. Sehingga saya akan terus disuguhi kesamaan hobi, kesamaan pandangan dan kesamaan lainnya. Ketika Anda menyukai sesuatu postingan yaang suka berkomentar negatif, berteman dengan yang suka menyebar hoaks, maka kita akan ada di dalam lingkaran mereka,” ungkapnya di webinar Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 untuk wilayah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (6/8/2021).
Maka, sangat penting ketika kita bermedia digital kita berteman seimbang jangan hanya mereka yang kebanyakan negatif tapi juga mereka yang senang membuat konten menginspirasi. Ketika musim pemilihan jangan juga berteman dengan mereka yang hanya suka dengan satu tokoh saja, atau satu partai saja. Berteman dengan banyak orang dengan berbagai pandangan politik, agar beragam, pikiran kita juga terbuka.
“Jangan mau menjadi korban objek mereka untuk menggiring opini untuk mewujudkan keinginan mereka. Kita harus netral, bukan berarti tidak punya pilihan tetapi pikiran kita harus terbuka luas dan terpenting belajar menerima perbedaan,” ujarnya.
Di era tsunami informasi kecakapan dalam menerima begitu penting, jangan tergagap sehingga bingung harus percaya informasi yang mana. Pahami informasi yang dipercaya adalah informasi yang datangnya dari media massa terpecaya, kemudian tidak perlu buru-buru dibagikan, melihat dulu seberapa penting dan seberapa urgen untuk dibagikan. Kita harus cakap dalam mendistribusikan informasi, tidak semua informasi harus disebarkan sekalipun itu fakta.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (6/8/2021) juga menghadirkan pembicara Febriyanti Kristiani (founder @vitaminmonster), Komang Triwerthi (Dosen STMIK Bali), Ria Ariyanie (Praktisi Humas dan Komunikasi), dan Kevin Joshua sebagai Key Opinion Leader.