Era digital membentuk tatanan baru di mana manusia dan teknologi hidup berdampingan dan senantiasa berkolaborasi. Saat ini kita juga bergantung pada teknologi akibat adanya revolusi industri 4.0. Budaya digital merupakan hasil dari revolusi industri 4.0 dan penggunaan teknologi dan internet oleh masyarakat untuk berinteraksi, berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
“Budaya digital yang berkembang di masyarakat dari mulai yang “bagus untuk dimiliki” menjadi “harus dimiliki” dan keterampilan dalam budaya digital tidak lagi dianggap sebagai kemampuan yang spesifik lagi,” ujar Chairri Ibrahim, CEO TMP Digital Market Consultant, selaku pembicara dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (13/8/2021).
Ia menyampaikan, budaya digital dalam kehidupan masyarakat digunakan dalam sektor perbankan, media sosial, hiburan, pendidikan, logistik, hingga e-commerce. Menurutnya, prinsip yang harus dijaga dan dikembangkan di era digital sebagai sebuah budaya ialah demokrasi dan toleransi.
Demokrasi dalam berbudaya digital ini meliputi akses ke dunia digital, kebebasan berekspresi, menjaga privasi, dan mengedepankan hak kekayaan intelektual. Apabila keempatnya dirangkum, masyarakat saat ini tidak lagi sebagai konsumen pasif, tetapi seseorang yang ikut berperan aktif dalam membentuk, menyebarkan, bahkan mentransformasi berbagai informasi.
Sementara itu, budaya toleransi di dunia digital yakni menghargai perbedaan dan menganggapnya sebagai suatu hal yang penting. Toleransi menggambarkan sebuah harmoni persatuan dalam keberagaman. Sikap toleransi mewujudkan kesetaraan sosial yang menjembatani segala macam perbedaan.
Evolusi budaya digital yang terjadi di Indonesia dari nilai demokrasi dan toleransi, sebagai berikut:
- Tahun 2006: Awal demokrasi dan toleransi budaya digital dengan hadirnya forum Kaskus sebagai media diskusi era digital.
- Tahun 2009-2010: Kita tersambung dengan wirelesss internet tanpa harus membawa laptop atau komputer. Di masa ini kita mendapat budaya berkirim pesan melalui messenger.
- Tahun 2012: Masyarakat sudah luas tersambung dengan budaya digital dengan kehadiran smartphone dan perubahannya pun sangat signifikan karena adanya penggunaan beberapa aplikasi yang membantu dan mempermudah kehidupan masyarakat.
- Tahun 2014-2019: Tahun di mana hoaks terkait pemilu tersebar dengan mudahnya. Banyak masyarakat yang asal menyebarkan berita tanpa mengecek fakta atau kebenarannya.
- Tahun 2020: Masa pandemi Covid sebagai transformasi ke era serba digital. Segala aktivitasnya dilakukan menggunakan internet dan teknologi tanpa bertatap muka secara langsung.
“Budaya saring dan sharing yang paling penting dan harus kita angkat ke depannya. Kebohongan hanya akan menyelamatkanmu sebentar, lalu menghancurkanmu selamanya,” jelasnya.
Dengan berbudaya digital yang bijak, kita mampu beradaptasi tanpa melupakan adat istiadat yang telah ada. Dalam artian, budaya digital yang kita terapkan tetap mengamalkan nilai-nilai luhur seperti demokrasi dan toleransi.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (13/8/2021) juga menghadirkan pembicara, Diondy Kusuma (Owner Diana Bakery), Dadan Supardan (Pemimpin Redaksi medikaonline.com), Aris S. Ripandi (IT Consultant & Dosen Telkom University), dan Ida Rhijnaburger sebagai Key Opinion Leader.