Budaya positif yang muncul seiring hadirnya budaya digital ialah budaya praktis, tidak perlu berpindah-pindah tempat untuk memenuhi keinginan. Semua dapat dilakukan dan dikerjakan dari mana saja.
Budaya efisien, dalam waktu cepat kita bisa koordinasi dengan banyak orang di berbagai lokasi tanpa harus ketemua. Budaya cepat, segala keputusan dapat langsung diambil dalam waktu yang sangat cepat, misalnya pengajuan kredit saja sudah lewat online, sangat cepat yang biasanya bisa dilalui berbagai tahap. Budaya lainnya ialah budaya pintar, pintar mencari informasi dan mencocokkan berbagai data untuk menciptakan sebuah ide dan kreasi.
“Dulu kita jika ingin mengetahui sesuatu harus mencari literatur yang sesuai di perpustakaan, pergi ke toko buku untuk membeli buku atau majalah. Sekarang literatur sudah banyak di online dengan mudah dicari,” ujar Littani Wattimena, Brand & Communication Strategist, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Jumat (13/8/2021).
Sementara itu ada budaya negatif juga muncul yakni budaya malas membaca karena sekarang lebih senang membaca dari media digital. Karena mudah hanya perlu scroll saja sehingga seringnya belum selesai membaca sudah scroll lanjut atau berganti membaca yang lain.
Sehingga apa yang dibaca belum tuntas. Ini yang menyebabkan seringnya informasi yang didapat kurang sempurna karena malas membaca. Tidak heran banyak hoaks karena tidak selesainya mereka membaca dan tidak berusaha mencari data. Malas mencari fakta dan membacanya.
Littani menyebut budaya ‘gabut’ atau tidak ada kerjaan sebagai budaya negatif lainnya. Disebebkan karena terlalu asik di gawai sehingga menjadi kurang produktif tidak mengerjakan apapun. Hanya menonton konten viral, scroll status orang lalu dikomentari.
“Ujungnya dari senang berkomentar sehingga apa yang dikomentari itu bukan hal yang berbobot tidak jarang malah menimbulkan kesalahpahaman yang berakhir dengan perdebatan atau malah perundungan,” jelasnya.
Prank juga bagian dari budaya ‘gabut’ lainnya, yang ada baru 5 tahun terakhir saat budaya digital semakin menguasai kehidupan. Dulu kita tidak mungkin berani mengerjai orang tapi sekarang tidak puas kalau tidak sampai kaget nanti kontennya tidak banyak yang menonton. Begitu juga dengan perundungan yang memang sudah ada di zaman dulu, namun kalau dulu dilakukan untuk menunjukan diri mereka sebagai penguasa sekolah dan sebagainya. Kalau sekarang semua orang dengan mudahnya melakukan perundungan tanpa ada tujuannya bahkan orangnya tidak dikenal seringkali juga dengan alasan becanda atau sekadar lucu-lucuan.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Karawang Jawa Barat, Jumat (13/8/2021) juga menghadirkan pembicara Dewi Tresnawati (Relawan TIK Indonesia), Virginia Aurelia (divetolive.id), Yoseph Hendrik (Dosen Sekolah Tarakanita), dan Kevin Joshua sebagai Key Opinion Leader.