Transformasi digital mengubah bukan hanya dari fisik bagaimana dompet berisi uang menjadi uang yang kita simpan di OVO, Dana, ShopeePay, GoPay dan lainnya namun juga mengubah cara kepemilikan. Misalnya dulu jika ingin menikmati musik kita membeli sehingga memiliki kaset aatau CD jika ingin menonton film. Namun kini kita tidak perlu memiliki cukup berlanggan Spotify, Joox, Netflix, Iflix dan lainnya.
Transformasi digital juga memperngaruhi budaya, budaya sendiri merupakan jati diri , identitas, kekuatan dan sebagai sember dari segala inspirasi yang meneguhkan harkat, derajat dan martabat bangsa. Menurut Mario Devys, pengurus pusat Relawan TIK Indonesia budaya memiliki peran dan fungsi yang sentral dan mendasar sebagai landsan utama dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam budaya yang terdapat adat, permainan, musik kuliner dan produk apakah sudah disesuaikan dengan era digital saat ini.
“Begitu juga dengan bahasa daerah atau bahasa Indonesia yang baik dan benar apakah sudah digunakan atau diperkenalkan dalam dunia digital. Serta etika yang melekat dalam diri masyarakat Indonesia yang sopan, ramah dan perilaku baik lainnya apakah juga dilakukan saat menggunakan media digital,” ungkap Mario saat menjadi pembicara saat webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (13/8/2021).
Kenyataannya kondisi ini berbeda, survei Microsoft tahun lalu menyebutkan warganet Indonesia paling tidak sopan se-Asia Pasifik. Jadi budaya Indonesia tidak sepenuhnya dilakukan di media digital.
Di era digital, budaya bahkan menjadi sumber inspisrasi dalam meningkatkan ekonomi. Tengok saja Korea Selatan memanfaatkan budaya mereka yang diakulturasi pada dunia digital menjadi salah satu sumber ekonomi terbesar di negaranya. Budaya mereka dapat menyumbangkan begitu banyak devisa bahkan budaya Korea juga sudah menjangkiti warga dunia termasuk di Indonesia. Mulai dari lagu, gaya, sinetronnya semua senang, mereka mampu mentransfer budaya mereka dalam berbagai bentuk hiburan secara digital.
Apa yang dilakukan negeri Gingseng itu sebenarnya sangat dapat dilakukan di Indonesia terlebih sangat banyak kebudayaan Indonesia yang dapat dibagikan, yang dapat ditrransferkan dalam berbagai bentuk hiburan. Harapan itu ada dan sepertinya terbuka luas.
“Saya merinding melihat grup musik Weird Genius terpampang pada billboard di Time Square New York. Upaya lain juga dilakukan anak muda para inovator muda membuat karya. Warga Indonesia yang lain juga dapat mendukung, ketika dihadapkan dalam dua aplikasi lokal dan luar negri coba gunakan produk lokal,” jelas Founder Cianjur Creative Network ini.
Tidak lupa para kreator konten di Indonesia dalam membuat konten atau karya dapat memasukan unsur budaya Indonesia agar masyarakat dunia mengenal kebudayaan kita. Jika sudah begitu, kita dapat optimis budaya Indonesia akan semakin maju, bukan melestarikan kebudaayan saja namun dapat menduniakan kebudayaan Indonesia. Memanfaatkan kebudayaan Indonesia yang sangat banyak itu menjadi modal untuk membangun bangsa juga perekonomian. Warisan yang sangat kaya ini mampu menjadi penyelamat kita di masa depan.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Cianjur, Jawa Barat, Jumat (13/8/2021) juga menghadirkan pembicara Arya Shani Pradana (Founder Tekape Workspace), Eka Presetyo (Founder Syburst Corporation) dan Fikri Muhammad Hakim (Senior manager safety), dan Winda Ribka sebagai Key Opinion Leader.