Sekarang ini kita sudah berada di era digital. Adanya pandemi membuat era digital ini seakan mengalami percepatan dalam menerapkan budaya digital karena keterbatasan di dalam penerapan budaya konvensional.
Ruang digital memberikan kita kebebasan berekspresi. Kebebasan ini sebagai hak asasi dan hak digital setiap manusia. Namun, kebebasan berekspresi juga memiliki batasan.
“Cara mengetahui hal-hal yang memang diperbolehkan atau tidak dan melanggar hukum. Jadi kita akan belajar tentang Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),” ujar Nanang Abdurahman, Founder Indonesia Training Consultant, selaku pembicara dalam Webinar Literasi Digital di Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (18/8/2021).
Nanang menyampaikan, Undang-undang ITE yang harus diperhatikan yaitu:
- Kesusilaan, perjudian. penghinaan, pencemaran nama baik, pemerasan, dan pengancaman. Sanksi yang akan didapatkan ialah penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak satu milyar
- Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, serta ujaran kebencian berdasarkan SARA. Sanksi yang diberikan penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak satu milyar.
- Ancaman kekerasan digital atau menakut-nakuti yang ditujukan secara ppribadi. Sanksi pidananya paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 750 juta.
- Akses ilegal, pencurian data, dan peretasan sistem elektronik. Sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 800 juta.
- Mengubah tampilan sistem, mengganggu sistem, dan memanipulasi data. Sanksi pidana paling lama 8 tahun. Denda paling banyak 5 milyar.
Jadi, kita harus hati-hati dalam bermedia digital. Nanang mengungkapkan, setiap individu perlu membangun budaya digital yang santun. Membangun budaya santun di dunia digital bisa dilakukan dengan lima cara.
Pertama, menghargai pendapat orang lain karena setiap orang memiliki perspektif dan pemikiran yang berbeda. Kedua, saat mendapat informasi dari pihak lain, sebelum dibagikan lagi maka harus saring dan cek terlebih dahulu. Ketiga, usahakan membaca berita sampai tamat, apalagi pada judul-judul fantastis dan mengandung clickbait. Setelahnya, perhatikan sumber berita tersebut, apakah kredibel atau tidak.
Lanjutnya, pada urutan empat ketika beropini. sampaikan hal baik dan jangan terprovokasi, seharusnya kita berkata dengan baik dan diam. Kelima, menghargai karya orang lain paling tidak cantumkan sumber karya. Jangan akui karya orang lain sebagai karya sendiri. Ia juga mengimbau agar selalu ingat di dunia digital terdapat UU ITE yang membuat kita diancam pidana dan terkena sanksi.
“Kita harus pikir dulu apa yang akan kita sampaikan. Kira-kira merugikan kita, orang lain, masyarakat, terlebih sampai dengan merugikan dan membuat kekacauan di negara,” tuturnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (16/8/2021) juga menghadirkan pembicara Diana Balienda (Pengusaha – Digital Trainer), Rochmat Hidayat (Dosen FISIPOL Univ. Muhammadiyah Cirebon), Rizky Ardi Nugroho (Entrepreneur/Podcaster/YouTuber), dan Tresia Wulandari sebagai Key Opinion Leader.